Skip to main content

Postcard untuk Susilo Bambang Yudhoyono

Sebenarnya, agak ketinggalan jaman untuk memposting tulisan ini bagimu, kawan. Namun, ada sisi menarik yang sayang untuk dilewatkan sembari bernostalgia sejenak akan masa lalu yang penuh pengalaman berharga.
Sore ini, aku membongkar dan menelaah beberapa catatan dan tulisan-tulisan di file yang kusimpan dalam hard disk. Kudapati tulisan yang cukup unik. Sebuah tulisan yang berbentuk surat kepada kepala negara dan kepala pemerintahan negeri ini yang kutorehkan tahun 2008 silam.
Sebenarnya, tulisan itu ada karena tugas yang diberikan oleh rektorat ksatrian. Tugas untuk membaca, mereview kemudian memberikan komentar terhadap sebuah buku fenomenal sang Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono. Buku itu ditulis oleh Staf Khusus Presiden bidang Hubungan Luar Negeri saat itu, Dino Patti Djalal.
Harus Bisa! Seni Memimpin a la SBY: Catatan Harian Dino Patti Djalal.
Saat launching buku Harus Bisa!


Demikianlah judul yang terpampang bersama dengan foto sesosok figur nomor satu bangsa ini di sampul depan buku itu. Sebagian besar dari chapter-chapter di dalamnya memuat beragam kisah kehidupan pribadi dan dinas Pak Yudhoyono. Terutama masalah kepemimpinan. Tetap normatif, namun sarat akan seni. Keduanya, menurutku, merupakan kesatuan utuh yang tak dapat dipisahkan dari seorang insan yang ditakdirkan menjadi pemimpin. Sebuah berkah, gift. Tidak sembarangan orang mampu mempelajari dan melakukannya dengan baik sesuai situasi dan kondisi yang dihadapinya.
Saat itu, aku berfikir tidak ada salahnya mencoba menulis sebuah surat yang diperlombakan pada bagian akhir buku itu. Selain bonus yang menjanjikan meet and greet dengan Presiden bagi para pemenang, setidaknya tugas ini kaya akan pelajaran bermutu tentang kepemimpinan. Terlebih lagi sebagai salah seorang yang dibina dan ditempa menjadi seorang pamong, kemampuan memimpin yang cakap dan handal mutlak harus dikuasai dengan baik.
Beginilah isi surat yang aku kirimkan ke Istana Negara:

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa.
Semoga rahmat dan karunia-Nya tetap terlimpahkan kepada pemimpin-pemimpin bangsa ini dan kepada seluruh bangsa Indonesia.
Yang terhormat Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Bapak Dino Patti Djalal selaku penulis buku “Harus Bisa”. Mohon izin untuk menuliskan beberapa pendapat saya mengenai tema “Kepemimpinan untuk abad ke-21”.
Pada awalnya, saya akui bahwa buku ini merupakan suatu bentuk kampanye politik Bapak Presiden dalam rangka mempersiapkan diri untuk pesta demokrasi Indonesia pada Pilpres 2009 mendatang. Namun, setelah saya membaca keseluruhan dari chapter buku ini, saya begitu kagum dan terinspirasi oleh kepemimpinan SBY dalam perumusan kebijakan-kebijakan dan penyelesaian berbagai permasalahan yang dihadapi Indonesia hingga saat ini. Dan saya adalah satu dari sekian banyak masyarakat Indonesia yang merasakan perubahan yang begitu fundamental terhadap penanganan masalah bangsa kita, terutama proses penyelesaian konflik Aceh hingga bencana tsunami di daerah saya sendiri yaitu Meulaboh. Sungguh suatu hikmah luar biasa ketika di balik bencana sosial yang memilukan hati masyarakat dunia itu terwujud sebuah perdamaian hakiki di bumi Serambi Mekkah. Masih kuat dalam ingatan saya ketika kami sangat waspada berpergian di malam hari karena khawatir terror penculikan dan pembunuhan. Kami harus bersembunyi di bawah kolong tempat tidur karena ketakutan peluru nyasar dari tembakan tentara-tentara BKO meredakan referendum di pusat kota. Masih terbayang ketika keluarga dan sanak saudara kami yang hilang entah kemana ditelan tsunami. Kami harus menguatkan hati menjarah toko-toko dan swalayan yang menjual makanan dan obat-obatan untuk bertahan beberapa hari hingga bantuan pemerintah tiba. Akan tetapi sekarang hal bodoh dan tidak terpuji itu tidak kami alami lagi. Sekarang, adik saya berani berangkat ke Banda Aceh menggunakan sepeda motornya untuk kuliah di Unsyiah tanpa takut ada penghadangan oleh kelompok bersenjata atau OTK dan nama lainnya di malam hari. Sekarang, banyak bantuan pemerintah pusat dan bantuan asing lainnya yang memberikan semangat baru bagi kehidupan dan kesejahteraan masyarakat Aceh. Kami mampu bangkit dari musibah dan menyongsong hidup penuh harapan saat ini.

Kemal Pasya


Sore ini, setelah membaca kembali isi surat yang kutulis dan kukirim itu, aku sadar bahwa apa yang kutulis tidak mampu memberiku kesempatan menjadi pemenang perlombaan postcard itu.
Selain konteks surat yang terkesan memaksakan pujian, kurang memposisikan diri sebagai seorang pembaca yang seharusnya, ditambah lagi pembawaan tulisan yang tak sampai pada klimaksnya, aku belum mampu menulis surat dengan bagus. Sesuai dengan harapanku, mungkin. Tapi, tidak sesuai dengan harapannya.
Tak bisa bertemu dengan pemimpin negeri ini bukan berarti akhir dari harapanku saat itu. Toh, harapan bertemu dengan beliau bukan menjadi prioritas utamaku. Setidaknya, awal menulis postcard itu merupakan debut pertama hidupku untuk menulis.
Tekad yang terbesit adalah seni memimpin diri sendiri untuk menulis dan memimpin orang lain melalui tulisan. Harus bisa menulis. Bagaimana, kawan? Bukankah itu ide yang sangat kontekstual dan relevan untuk saat ini?
 Ya, hanya kau yang mampu menilai tulisanku. Objektifitas dari diri seorang Kemal Pasya belum terbangun dengan pondasi yang kokoh dan kuat. Perlu semangat yang lebih besar. Butuh dukungan dari orang-orang tercinta.
Sekurang-kurangnya, aku sadar dikarunia darah seni dari kedua orang-tuaku, Walau belum banyak puisi-puisi yang lahir kembali dari hati dan pikiranku, walau kemampuan bermusikku masih terlalu kaku, namun perlu memposisikan keduanya sebagai modal penting untuk menulis.
Bagaimana denganmu, kawan? Engkau tentu adalah seorang penulis berbakat yang bisa menyelesaikan ratusan halaman kisah hidupmu dalam satu minggu. Engkau mungkin bagian dari magister cumlaude universitas terkemuka di Indonesia bersama keberhasilanmu menulis tesis yang analisisnya sangat mendalam. Atau engkau adalah juara menulis di blogger, surat kabar, atau penulis novel fiksi yang sedang goyang-goyang kaki menikmati royalti.
Maukah kau berbagi denganku? Kutunggu saranmu. Harus bisa, kawan.

Comments

Popular posts from this blog

Kebijakan Relokasi Kerusuhan terhadap Korban Pengungsi di Kabupaten Sambas Tahun 1999: Konflik Etnis antara Madura dan Melayu

Internally displaced Persons adalah sebuah istilah bagi para kelompok masyarakat yang pindah dari tempat tinggalnya dan menetap di daerah lain untuk menetap sementara waktu atau hal ini dikenal dengan istilah pengungsi. Sambas adalah sebuah Kabupaten yang terletak di bagian pesisir yang di tempati oleh berbagai suku etnis misalnya suku bugis, madura, jawa batak dll, namun Kabupaten Sambas mayoritas ditempati oleh Melayu, Dayak dan Cina (Tiong Hoa). Khusus tentang konflik Sambas pada tahun 1999 yang terjadi adalah etnis Melayu Sambas dengan suku Madura (yang bertempat tinggal di Sambas) yang menewaskan ratusan jiwa dan hancurnya ratusan rumah dan harta warga Madura. Rekonsiliasi Konflik

Rekrutmen dan Seleksi Pegawai Pemerintah: Sebuah Kajian dari Praktek dan Tren Modern Internasional

Pemerintah di seluruh dunia menghadapi tantangan kepegawaian yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pada saat pemerintah butuh bakat daya pikat paling trampil untuk pelayanan publik, kemampuan mereka untuk melakukannya telah begitu jarang sehingga rumit dan dibatasi oleh ekonomi, sosial dan tekanan organisasi. Artikel ini memberikan gambaran jenis inisiatif rekrutmen dan seleksi di tempat di banyak negara yang dapat membantu pemerintah dunia ini menarik dan mempertahankan bakat. Bergantung pada contoh dari Amerika Serikat dan Eropa Barat, namun juga mengintegrasikan pengalaman dari berbagai negara maju dan kurang berkembang (LDCs), kami menjelaskan serangkaian perekrutan dan seleksi "praktik terbaik." Suasana Penerimaan Peserta Tes CPNS

Bintang dari Manglayang dan Nakhoda Pemerintahan: Sebuah Refleksi Ikrar Pamong yang didedikasikan untuk seluruh Purna Praja STPDN/IPDN di Indonesia

Ksatrian IPDN Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat (Rabu, 28 Agustus 2013) “ Kami Putra-putri Indonesia yang memiliki profesi sebagai Pamong, berjanji: Setia kepada Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 ; Sedia berkorban untuk kepentingan, negara/bangsa dan masyarakat ; Siap melayani dan mengabdi untuk kepentingan masyarakat dimana pun kami bertugas. Kami sadar, ikrar ini didengar oleh Tuhan dan manusia, semoga Tuhan memberikan kekuatan lahir dan batin agar kami dapat melaksanakan ikrar kami ini.” ( Ikrar Pamong ) Bintang Purna Praja kembali bertambah jumlahnya dan bersinar di langit Indonesia. Sesaat setelah pin Purna Praja berwarna kuning keemasan itu disematkan di sebelah kanan dada pakaian kebesaran, suara lantang dari Pamong Praja Muda IPDN Angkatan XX berkumandang di Ksatrian dan seantero Jatinangor. Suara keyakinan dan kesiapan putra-putri Kawah Candradimuka yang menegaskan Ikrar Pamong bagi bangsa dan negara. Saat ikrar itu d