Pada saat besi-besi di sebuah industri kerajinan alat-alat dapur dan
senjata tajam akan diproduksi, ada dua besi yang saling menyampaikan
pesan-pesan terakhir sebelum mereka diproduksi. Besi pertama berkata, ”Wahai
temanku, sesungguhnya aku sudah sangat senang dengan keadaanku saat ini.
Menjadi potongan besi yang kuat dan gagah. Namun aku sangat kecewa dengan
pemilik industri ini. Mereka mau mengubah kita menjadi barang-barang yang
berbeda. Jujur aku sangat takut untuk menjadi seperti teman-teman
yang telah mendahului kita”.
Besi kedua menjawab, ”Jangan bersedih wahai temanku. Sesungguhnya setelah
kita ditempa nanti oleh panas, dipukul oleh palu dan didinginkan dalam air maka
kita akan menjadi sesuatu yang sangat berguna bagi manusia”.
Besi pertama menghela, ”Tapi aku tidak yakin aku mampu melewatinya. Itu
pasti sakit”. Besi kedua menjawab, ”Kita bisa melewatinya”.
Setelah bercakap-cakap cukup panjang, akhirnya kedua besi tersebut ditempa
dalam panas api, dipukul dan didinginkan hinga menjadi sebuah pisau dapur.
Cerita itu mengkisahkan tentang kehidupan pamong praja yang melewati proses
penempaan diri sebelum mengabdi kepada masyarakat. Pamong praja adalah cerminan
dari besi-besi keberanian yang ditempa dan menjadi sesuatu yang berubah dari
sebelumnya. Pamong praja juga bagian dari masyarakat, namun ketika melewati
proses penempaan diri ia menjadi sesuatu yang berbeda. Pisau dapur adalah
hasilnya. Tergantung siapa dan bagaimana penggunaannya. Pengabdian pamong praja
merupakan mata pisau yang dapat digunakan untuk memotong daging, atau melakukan
tindakan kriminal. Menjadi yang bermanfaat pada tiap keadaan masyarakat atau
menjadi yang memanfaatkan keadaan masyarakat. Hal itu ditentukan oleh proses
penempaan yang dialaminya. Dengan keberanian dari dalam diri, jangan sia-siakan
proses penempaan tersebut untuk menunjukkan sesuatu yang berbeda bagi
orang-orang yang menantikan pengabdian pamong praja.
Pandai Besi |
Comments
Post a Comment