Skip to main content

Analisis Kritis tentang Perpajakan di Indonesia

Karikatur Gayus Tambunan, mafia pajak
Berdasarkan data yang diperoleh dari berbagai sumber terutama media massa, menurut saya ada beberapa hal yang menyebabkan posisi Indonesia di mata dunia menurut World Bank dan Price Water House Coopers cenderung rendah sehingga menempati urutan ke 127 dalam tingkat pembayaran pajak, kemudahan pembayaran pajak, waktu yang diperlukan untuk mengurus perpajakan, dan biaya terkait dengan perpajakannya. Penyebabnya adalah sebagai berikut:
  1. Sistem pelayanan perpajakan yang belum menurunkan penghindaran pajak dan penggelapan pajak. Hal ini dibuktikan dengan adanya oknum institusi pajak yang terbukti menggelapkan salah satu sumber penerimaan negara tersebut dari para wajib pajak. Contohnya adalah kasus Gayus Tambunan dan Dhana Widyatmika. Menurut saya, hal inilah yang memberikan kesempatan bagi oknum pajak untuk memanipulasi dan memanfaatkan celah agar dapat memperoleh keuntungan pribadi, sehingga tindakannya merugikan negara. Apabila kebocoran penerimaan pajak tersebut belum diantisipasi dengan baik, maka tingkat penerimaan negara dari pajak pun akan semakin menurun dan citra institusi pajak akan kian buruk. Fakta lainnya menunjukkan bahwa oknum pajak tidak konsisten terhadap kepastian waktu dalam melayani wajib pajak, karena berorientasi pada hasil/profit pribadi semata dan bukan berdasarkan ketaatan pada proses dan peraturan yang telah ditetapkan. Pada tataran pajak daerah seperti pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan misalnya, para pemungut pajak cenderung mengambil langkah mudah tanpa mengindahkan prosedur melalui kongkalikong dengan wajib pajak, dengan tujuan seolah-olah mengurangi beban individu dan mendapatkan fee dari inisiatif buruk yang ia lakukan.
  2. Struktur penerimaan pajak belum mencerminkan keadilan, karena pajak yang dibebankan kepada masyarakat atau wajib pajak tidak sebanding dengan kemampuan membayarnya. Hal ini dibuktikan menurut keterangan dari Ketua Dewan CIDES Umar Juoro, bahwa rasio pajak Indonesia masih rendah pada angka 12,5 % sedangkan negara-negara yang statusnya sama sudah memiliki rasio pajak sekitar 15-16 % (pajak.go.id tanggal 27 September 2012, diakses pada tanggal 13 Oktober 2012). Menurut saya, pemerintah kurang memperhatikan tingkat tarif pajak yang dibebankan kepada pribadi/individu atau badan/institusi agar dapat dinilai wajar menurut kemampuan membayar mereka. Dengan demikian, perkembangan pajak Indonesia dari segi biaya dinilai terlalu memberatkan para wajib pajak.
  3. Kepatuhan dan kesadaran para wajib pajak yang rendah. Menurut Dirjen Pajak Fuad Rahmany berpendapat bahwa tingkat kebutuhan wajib pajak di Indonesia rendah, karena kecenderungan masyarakat saai ini adalah hanya mau mendaftar menjadi wajib pajak namun tidak ada keinginan untuk menyampaikan SPT dan membayar pajak. Alhasil, persentase penerimaan pajak tidak signifikan yang ditunjukkan oleh rasio pajak sebesar 12,6 % dan tingkat kepatuhan wajib pajak sebesar 10 % (merdeka.com tanggal 11 Oktober 2012, diakses pada tanggal 13 Oktober 2012). Menurut saya, dampak dari ketidakpatuhan wajib pajak tidak hanya disebabkan oleh wajib pajak itu sendiri, melainkan karena pemerintah pun kurang meningkatkan pelayanan birokrasi dan pembangunan infrastruktur. Akhirnya, masyarakat menjadi pesimis melihat efektifitas distribusi dan alokasi pajak terhadap pembangunan, karena jumlah yang dibayar oleh masyarakat tidak dibarengi oleh pembangunan yang baik. Dengan demikian, hal ini berdampak pada tingkat pembayaran pajak yang cenderung menurun sehingga sulit bagi pemerintah untuk mencapai target pajak tersebut.

Comments

Popular posts from this blog

Rekrutmen dan Seleksi Pegawai Pemerintah: Sebuah Kajian dari Praktek dan Tren Modern Internasional

Pemerintah di seluruh dunia menghadapi tantangan kepegawaian yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pada saat pemerintah butuh bakat daya pikat paling trampil untuk pelayanan publik, kemampuan mereka untuk melakukannya telah begitu jarang sehingga rumit dan dibatasi oleh ekonomi, sosial dan tekanan organisasi. Artikel ini memberikan gambaran jenis inisiatif rekrutmen dan seleksi di tempat di banyak negara yang dapat membantu pemerintah dunia ini menarik dan mempertahankan bakat. Bergantung pada contoh dari Amerika Serikat dan Eropa Barat, namun juga mengintegrasikan pengalaman dari berbagai negara maju dan kurang berkembang (LDCs), kami menjelaskan serangkaian perekrutan dan seleksi "praktik terbaik." Suasana Penerimaan Peserta Tes CPNS

Kebijakan Relokasi Kerusuhan terhadap Korban Pengungsi di Kabupaten Sambas Tahun 1999: Konflik Etnis antara Madura dan Melayu

Internally displaced Persons adalah sebuah istilah bagi para kelompok masyarakat yang pindah dari tempat tinggalnya dan menetap di daerah lain untuk menetap sementara waktu atau hal ini dikenal dengan istilah pengungsi. Sambas adalah sebuah Kabupaten yang terletak di bagian pesisir yang di tempati oleh berbagai suku etnis misalnya suku bugis, madura, jawa batak dll, namun Kabupaten Sambas mayoritas ditempati oleh Melayu, Dayak dan Cina (Tiong Hoa). Khusus tentang konflik Sambas pada tahun 1999 yang terjadi adalah etnis Melayu Sambas dengan suku Madura (yang bertempat tinggal di Sambas) yang menewaskan ratusan jiwa dan hancurnya ratusan rumah dan harta warga Madura. Rekonsiliasi Konflik

Dinamika, Kontinum dan Globalisasi Administrasi Publik

Woodrow Wilson 1.         Dinamika perubahan fokus administrasi publik, mulai dari administrasi sebagai administrasi negara sampai dengan administrasi publik dalam paradigma governance serta implikasi pada praktik administrasi publik. Dinamika Pertama , administrasi sebagai administrasi negara. Administrasi negara telah mengalami tahapan perkembangan yang diklasifikasikan berdasarkan berbagai cara pandang (paradigma) dalam rentang waktu tertentu yang memiliki ciri-ciri tertentu sesuai dengan locus dan focus paradigma tersebut. Akan tetapi, tidak semua paradigma memiliki penekanan pada locus dan focus secara sekaligus atau bersamaan. Menurut Thoha (2008: 18), locus menunjukkan dimana bidang ini secara institusional berada, sedangkan focus menunjukkan sasaran spesialisasi dari bidang studi tersebut. Untuk mengidentifikasi perubahan fokus pada dinamika pertama administrasi sebagai administrasi negara, lebih lanjut Henry dalam Yudiatmaja (2012: 9) membagi paradigma administras