Skip to main content

Filosofi Kepemimpinan Staf


Menjadi staf pada suatu organisasi dan menjadi pemimpin organisasi itu sendiri ternyata dimulai dari kemampuan memimpin diri sendiri dan menghargai orang lain.
Ada tiga filosofi kepemimpinan staf. Pertama adalah aksen Bupati, menerangkan bahwa kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh staf dapat ditegur dengan isyarat mata atau raut wajah tertentu, melihat dengan ekspresi yang tidak senang, atau melakukan mimik-mimik tertentu tanpa menegur staf yang bersangkutan.
Yang kedua adalah Sumu Mantri, ,menerangkan bahwa tindakan pimpinan kepada staf selalu dilakukan melalui sindiran-sindiran halus yang secara tidak langsung menegur bawahannya, seperti ketika ruangan kantor bau dan berdebu pimpinan dapat berkata kepada bawahannya, “Lantai ini tidak memantulkan cahaya matahari lagi. Mungkin ruangan kita perlu penerangan lebih hari ini”.
Yang ketiga adalah Pak Kuli, menerangkan bahwa tindakan pimpinan kepada bawahannya selalu disertai dengan perintah-perintah tegas, menegur secara langsung, atau dapat juga melakukan tindakan fisik kepada bawahannya seperti menampar bahkan memukulnya.
Untuk menjadi pimpinan organisasi, maka perlu untuk belajar menjadi seorang staf yang baik, yaitu yang mengerti apa yang dimaksud pimpinan, tindakan apa yang harus segera dilakukan, dan menghargai keputusan pimpinan. Sebaliknya, untuk menjadi pimpinan yang baik maka perlakukan staf dengan baik, menghargai hasil pekerjaannya, menegur sopan dan bijaksana dalam mengambil keputusan. Hal tersebut lebih identik dengan sikap-sikap dipomasi dengan orang lain. Maka filosofi manakah yang perlu dimiliki?
Pemimpin dan pengikutnya

Comments

Popular posts from this blog

Kebijakan Relokasi Kerusuhan terhadap Korban Pengungsi di Kabupaten Sambas Tahun 1999: Konflik Etnis antara Madura dan Melayu

Internally displaced Persons adalah sebuah istilah bagi para kelompok masyarakat yang pindah dari tempat tinggalnya dan menetap di daerah lain untuk menetap sementara waktu atau hal ini dikenal dengan istilah pengungsi. Sambas adalah sebuah Kabupaten yang terletak di bagian pesisir yang di tempati oleh berbagai suku etnis misalnya suku bugis, madura, jawa batak dll, namun Kabupaten Sambas mayoritas ditempati oleh Melayu, Dayak dan Cina (Tiong Hoa). Khusus tentang konflik Sambas pada tahun 1999 yang terjadi adalah etnis Melayu Sambas dengan suku Madura (yang bertempat tinggal di Sambas) yang menewaskan ratusan jiwa dan hancurnya ratusan rumah dan harta warga Madura. Rekonsiliasi Konflik

KEPALA DESA 9 TAHUN DAN AGENDA REVISI UU DESA

Pada tanggal 15 Januari 2023 yang lalu, UU Desa telah beranjak usia 9 tahun. Dua hari kemudian, 17 Januari 2023, Kepala Desa berdemo di DPR menuntut perubahan masa jabatan Kepala Desa menjadi 9 tahun melalui revisi UU Desa. Ada apa dengan sembilan? Aspirasi bersifat politis ini sah-sah saja dilakukan. Entah dengan motif atau tujuan apa pun, entah didukung oleh elit siapa pun. Boleh saja. Konon lagi, mayoritas meyakini masa jabatan 9 tahun bagi Kepala Desa itu akan semakin membawa maslahat besar, khususnya bagi masyarakat Desa. Sebab itu, jika mengikuti pola pikir mayoritas ini, maka menurut saya ada beberapa tuntutan lain yang perlu untuk disuarakan. Pertama, sebaiknya masa jabatan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) juga dirubah dari 6 tahun menjadi 9 tahun, mengikuti rencana masa jabatan Kepala Desa. Bahkan, lebih cocok lagi bila mekanisme pemilihan Kepala Desa dan BPD diselenggarakan secara serentak dalam waktu yang sama. Harapannya, Kepala Desa dan BPD terpilih mendapat posisi sta...

Cerita seorang Pelaut

Ketika seorang pelaut yang baru pulang dari perjalanannya mengarungi keganasan Samudera Hindia ditanya, ”Manakah yang lebih mengasyikkan, berlayar dengan kapal pesiar di laut yang tenang atau dengan kapal butut di laut yang berombak?”. Maka ia pasti akan menjawab berlayar dengan kapal bututnya di laut yang berombak. Ketika ditanya lagi, ”Manakah yang lebih tangguh antara nelayan yang ahli memancing ikan-ikan besar untuk dimakan atau pelaut yang terombang-ambing di laut dengan cuaca buruk tanpa persediaan makanan dari rumah?”. Maka ia pasti menjawab pelaut yang terombang-ambing tersebut. Memang benar, tidak akan lahir pelaut yang tangguh lewat gelombang-gelombang kecil. Pelaut-pelaut yang tangguh akan lahir lewat gelombang-gelombang yang besar. Sebenarnya, hal ini bukan mengingatkan kita tentang sikap mental baja yang perlu dimiliki. Akan tetapi, bagaimana kebesaran hati seorang pelaut yang mengarungi ganasnya ombak samudera dan bertahan di laut dalam cuaca buruk. Kebesaran hati i...