Skip to main content

Besi-besi Keberanian


Pada saat besi-besi di sebuah industri kerajinan alat-alat dapur dan senjata tajam akan diproduksi, ada dua besi yang saling menyampaikan pesan-pesan terakhir sebelum mereka diproduksi. Besi pertama berkata, ”Wahai temanku, sesungguhnya aku sudah sangat senang dengan keadaanku saat ini. Menjadi potongan besi yang kuat dan gagah. Namun aku sangat kecewa dengan pemilik industri ini. Mereka mau mengubah kita menjadi barang-barang yang berbeda. Jujur aku sangat takut untuk menjadi seperti teman-teman yang telah mendahului kita”.
Besi kedua menjawab, ”Jangan bersedih wahai temanku. Sesungguhnya setelah kita ditempa nanti oleh panas, dipukul oleh palu dan didinginkan dalam air maka kita akan menjadi sesuatu yang sangat berguna bagi manusia”.
Besi pertama menghela, ”Tapi aku tidak yakin aku mampu melewatinya. Itu pasti sakit”. Besi kedua menjawab, ”Kita bisa melewatinya”.
Setelah bercakap-cakap cukup panjang, akhirnya kedua besi tersebut ditempa dalam panas api, dipukul dan didinginkan hinga menjadi sebuah pisau dapur.
Cerita itu mengkisahkan tentang kehidupan pamong praja yang melewati proses penempaan diri sebelum mengabdi kepada masyarakat. Pamong praja adalah cerminan dari besi-besi keberanian yang ditempa dan menjadi sesuatu yang berubah dari sebelumnya. Pamong praja juga bagian dari masyarakat, namun ketika melewati proses penempaan diri ia menjadi sesuatu yang berbeda. Pisau dapur adalah hasilnya. Tergantung siapa dan bagaimana penggunaannya. Pengabdian pamong praja merupakan mata pisau yang dapat digunakan untuk memotong daging, atau melakukan tindakan kriminal. Menjadi yang bermanfaat pada tiap keadaan masyarakat atau menjadi yang memanfaatkan keadaan masyarakat. Hal itu ditentukan oleh proses penempaan yang dialaminya. Dengan keberanian dari dalam diri, jangan sia-siakan proses penempaan tersebut untuk menunjukkan sesuatu yang berbeda bagi orang-orang yang menantikan pengabdian pamong praja.
Pandai Besi

Comments

Popular posts from this blog

Kebijakan Relokasi Kerusuhan terhadap Korban Pengungsi di Kabupaten Sambas Tahun 1999: Konflik Etnis antara Madura dan Melayu

Internally displaced Persons adalah sebuah istilah bagi para kelompok masyarakat yang pindah dari tempat tinggalnya dan menetap di daerah lain untuk menetap sementara waktu atau hal ini dikenal dengan istilah pengungsi. Sambas adalah sebuah Kabupaten yang terletak di bagian pesisir yang di tempati oleh berbagai suku etnis misalnya suku bugis, madura, jawa batak dll, namun Kabupaten Sambas mayoritas ditempati oleh Melayu, Dayak dan Cina (Tiong Hoa). Khusus tentang konflik Sambas pada tahun 1999 yang terjadi adalah etnis Melayu Sambas dengan suku Madura (yang bertempat tinggal di Sambas) yang menewaskan ratusan jiwa dan hancurnya ratusan rumah dan harta warga Madura. Rekonsiliasi Konflik

KEPALA DESA 9 TAHUN DAN AGENDA REVISI UU DESA

Pada tanggal 15 Januari 2023 yang lalu, UU Desa telah beranjak usia 9 tahun. Dua hari kemudian, 17 Januari 2023, Kepala Desa berdemo di DPR menuntut perubahan masa jabatan Kepala Desa menjadi 9 tahun melalui revisi UU Desa. Ada apa dengan sembilan? Aspirasi bersifat politis ini sah-sah saja dilakukan. Entah dengan motif atau tujuan apa pun, entah didukung oleh elit siapa pun. Boleh saja. Konon lagi, mayoritas meyakini masa jabatan 9 tahun bagi Kepala Desa itu akan semakin membawa maslahat besar, khususnya bagi masyarakat Desa. Sebab itu, jika mengikuti pola pikir mayoritas ini, maka menurut saya ada beberapa tuntutan lain yang perlu untuk disuarakan. Pertama, sebaiknya masa jabatan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) juga dirubah dari 6 tahun menjadi 9 tahun, mengikuti rencana masa jabatan Kepala Desa. Bahkan, lebih cocok lagi bila mekanisme pemilihan Kepala Desa dan BPD diselenggarakan secara serentak dalam waktu yang sama. Harapannya, Kepala Desa dan BPD terpilih mendapat posisi sta...

Cerita seorang Pelaut

Ketika seorang pelaut yang baru pulang dari perjalanannya mengarungi keganasan Samudera Hindia ditanya, ”Manakah yang lebih mengasyikkan, berlayar dengan kapal pesiar di laut yang tenang atau dengan kapal butut di laut yang berombak?”. Maka ia pasti akan menjawab berlayar dengan kapal bututnya di laut yang berombak. Ketika ditanya lagi, ”Manakah yang lebih tangguh antara nelayan yang ahli memancing ikan-ikan besar untuk dimakan atau pelaut yang terombang-ambing di laut dengan cuaca buruk tanpa persediaan makanan dari rumah?”. Maka ia pasti menjawab pelaut yang terombang-ambing tersebut. Memang benar, tidak akan lahir pelaut yang tangguh lewat gelombang-gelombang kecil. Pelaut-pelaut yang tangguh akan lahir lewat gelombang-gelombang yang besar. Sebenarnya, hal ini bukan mengingatkan kita tentang sikap mental baja yang perlu dimiliki. Akan tetapi, bagaimana kebesaran hati seorang pelaut yang mengarungi ganasnya ombak samudera dan bertahan di laut dalam cuaca buruk. Kebesaran hati i...