Skip to main content

Antara Rumput dan Pohon Kelapa

Suatu hari yang terik terjadi percakapan antara rumput dan pohon kelapa. Rumput yang sombong sangat senang berteduh di bawah pohon kelapa yang rindang. Di kala hujan, rumput juga aman oleh ancaman petir dan badai. Namun resiko yang dialami oleh pohon kelapa justru merupakan batu pijakan untuk bermanfaat bagi orang lain.
Daun, pelepah, buah, batang, tunas dan akarnya sangat bermanfaat bagi manusia walaupun ketika pohonnya telah tinggi ia diterpa terik matahari, diancam petir dan dihantam badai. Bukan seperti rumput yang selalu diinjak-injak.
Apakah artinya? Seorang pamong dituntut untuk menjadi seperti pohon kelapa. Bukan hanya karena memberi manfaat bagi orang lain, tapi juga bagaimana jiwa pamong tersebut mampu untuk menjadi yang lebih tinggi dari yang lain, baik dalam profesi maupun pribadinya. Semakin tinggi seorang pamong, maka semakin besar pula masalah dan tantangan yang dihadapi. Oleh karena itu, perkuat akar pamong agar tidak mudah tumbang oleh badai, perkokoh batang pamong agar tidak mudah patah oleh badai, rindangkan daun dan buah pamong agar dapat mengayomi dan memberi kesejukan bagi orang lain. Bukannya menjadi orang yang penakut, tidak mau mengubah keadaan, stagnan, dan tidak berani menempuh resiko.
Pamong yang sukses adalah pamong yang mengabdi dengan fisik yang kuat, mental yang kokoh dan hati dan pikiran yang sejuk. Modal itulah yang digunakan untuk menghadapi resiko pengabdian. Karena sesungguhnya di balik resiko yang besar terdapat manfaat yang besar pula.
Rumput dan Pohon Kelapa

Comments

Popular posts from this blog

Kebijakan Relokasi Kerusuhan terhadap Korban Pengungsi di Kabupaten Sambas Tahun 1999: Konflik Etnis antara Madura dan Melayu

Internally displaced Persons adalah sebuah istilah bagi para kelompok masyarakat yang pindah dari tempat tinggalnya dan menetap di daerah lain untuk menetap sementara waktu atau hal ini dikenal dengan istilah pengungsi. Sambas adalah sebuah Kabupaten yang terletak di bagian pesisir yang di tempati oleh berbagai suku etnis misalnya suku bugis, madura, jawa batak dll, namun Kabupaten Sambas mayoritas ditempati oleh Melayu, Dayak dan Cina (Tiong Hoa). Khusus tentang konflik Sambas pada tahun 1999 yang terjadi adalah etnis Melayu Sambas dengan suku Madura (yang bertempat tinggal di Sambas) yang menewaskan ratusan jiwa dan hancurnya ratusan rumah dan harta warga Madura. Rekonsiliasi Konflik

KEPALA DESA 9 TAHUN DAN AGENDA REVISI UU DESA

Pada tanggal 15 Januari 2023 yang lalu, UU Desa telah beranjak usia 9 tahun. Dua hari kemudian, 17 Januari 2023, Kepala Desa berdemo di DPR menuntut perubahan masa jabatan Kepala Desa menjadi 9 tahun melalui revisi UU Desa. Ada apa dengan sembilan? Aspirasi bersifat politis ini sah-sah saja dilakukan. Entah dengan motif atau tujuan apa pun, entah didukung oleh elit siapa pun. Boleh saja. Konon lagi, mayoritas meyakini masa jabatan 9 tahun bagi Kepala Desa itu akan semakin membawa maslahat besar, khususnya bagi masyarakat Desa. Sebab itu, jika mengikuti pola pikir mayoritas ini, maka menurut saya ada beberapa tuntutan lain yang perlu untuk disuarakan. Pertama, sebaiknya masa jabatan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) juga dirubah dari 6 tahun menjadi 9 tahun, mengikuti rencana masa jabatan Kepala Desa. Bahkan, lebih cocok lagi bila mekanisme pemilihan Kepala Desa dan BPD diselenggarakan secara serentak dalam waktu yang sama. Harapannya, Kepala Desa dan BPD terpilih mendapat posisi sta...

Cerita seorang Pelaut

Ketika seorang pelaut yang baru pulang dari perjalanannya mengarungi keganasan Samudera Hindia ditanya, ”Manakah yang lebih mengasyikkan, berlayar dengan kapal pesiar di laut yang tenang atau dengan kapal butut di laut yang berombak?”. Maka ia pasti akan menjawab berlayar dengan kapal bututnya di laut yang berombak. Ketika ditanya lagi, ”Manakah yang lebih tangguh antara nelayan yang ahli memancing ikan-ikan besar untuk dimakan atau pelaut yang terombang-ambing di laut dengan cuaca buruk tanpa persediaan makanan dari rumah?”. Maka ia pasti menjawab pelaut yang terombang-ambing tersebut. Memang benar, tidak akan lahir pelaut yang tangguh lewat gelombang-gelombang kecil. Pelaut-pelaut yang tangguh akan lahir lewat gelombang-gelombang yang besar. Sebenarnya, hal ini bukan mengingatkan kita tentang sikap mental baja yang perlu dimiliki. Akan tetapi, bagaimana kebesaran hati seorang pelaut yang mengarungi ganasnya ombak samudera dan bertahan di laut dalam cuaca buruk. Kebesaran hati i...