Skip to main content

Cerita seorang Pelaut


Ketika seorang pelaut yang baru pulang dari perjalanannya mengarungi keganasan Samudera Hindia ditanya, ”Manakah yang lebih mengasyikkan, berlayar dengan kapal pesiar di laut yang tenang atau dengan kapal butut di laut yang berombak?”. Maka ia pasti akan menjawab berlayar dengan kapal bututnya di laut yang berombak.
Ketika ditanya lagi, ”Manakah yang lebih tangguh antara nelayan yang ahli memancing ikan-ikan besar untuk dimakan atau pelaut yang terombang-ambing di laut dengan cuaca buruk tanpa persediaan makanan dari rumah?”. Maka ia pasti menjawab pelaut yang terombang-ambing tersebut.
Memang benar, tidak akan lahir pelaut yang tangguh lewat gelombang-gelombang kecil. Pelaut-pelaut yang tangguh akan lahir lewat gelombang-gelombang yang besar. Sebenarnya, hal ini bukan mengingatkan kita tentang sikap mental baja yang perlu dimiliki. Akan tetapi, bagaimana kebesaran hati seorang pelaut yang mengarungi ganasnya ombak samudera dan bertahan di laut dalam cuaca buruk. Kebesaran hati itu memang ada di dalam diri, namun belum tentu semua orang mampu merefleksikan kebesaran hati yang ia miliki pada keadaan-keadaan tertentu.
Kebesaran hati seorang pelaut patut dicontoh bagi pamong yang terjun melayani masyarakat. Masyarakat ibaratnya laut, kadang tenang kadang ganas. Masyarakat seperti cuaca global warming, kadang dingin kadang panas. Kebesaran hati pamong yang terbaik adalah mampu bertahan dalam setiap keadaan masyarakat, tidak mengeluh dan menghadapinya dengan tenang melalui sikap mental yang baik. Dengan demikian, akan lahir seorang pamong sejati. Pamong yang tangguh, yang mampu segera bangkit ketika jatuh tanpa perlu mengeluh.
Ilustrasi Pelaut dan Bintang dari sebuah lukisan di film Perahu Kertas

Comments

  1. Saya seneng banget baca artikel tentang pelaut, karena 1 alasan. Saya suka LAUT..
    Dan bagi saya, profesi pelaut itu bukan hanya keren. Tapi mengagumkan.. Ditunggu artikel selanjutnya mas..

    ReplyDelete
  2. Insya Allah, terima kasih sudah singgah, baca dan komentar ya. Ditunggu juga masukan dan komentar untuk tulisan2 yang lain :)

    ReplyDelete
  3. apapun tentang laut sekarang seperti ada kesan lebih
    :)
    lebih ingin tau,
    padahal itu hanya kenangan masa lalu buat aku pribadi,
    meskipun kini sudah tak bersama seorang yg berhubungan dengan laut tapi sampai kini aku masih suka,
    ada keistimewaan tersendiri dari profesi mereka ...

    ReplyDelete
  4. Artikel ini membuatq brsmgt lg tuk kembali kelaut. thanks

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Kebijakan Relokasi Kerusuhan terhadap Korban Pengungsi di Kabupaten Sambas Tahun 1999: Konflik Etnis antara Madura dan Melayu

Internally displaced Persons adalah sebuah istilah bagi para kelompok masyarakat yang pindah dari tempat tinggalnya dan menetap di daerah lain untuk menetap sementara waktu atau hal ini dikenal dengan istilah pengungsi. Sambas adalah sebuah Kabupaten yang terletak di bagian pesisir yang di tempati oleh berbagai suku etnis misalnya suku bugis, madura, jawa batak dll, namun Kabupaten Sambas mayoritas ditempati oleh Melayu, Dayak dan Cina (Tiong Hoa). Khusus tentang konflik Sambas pada tahun 1999 yang terjadi adalah etnis Melayu Sambas dengan suku Madura (yang bertempat tinggal di Sambas) yang menewaskan ratusan jiwa dan hancurnya ratusan rumah dan harta warga Madura. Rekonsiliasi Konflik

KEPALA DESA 9 TAHUN DAN AGENDA REVISI UU DESA

Pada tanggal 15 Januari 2023 yang lalu, UU Desa telah beranjak usia 9 tahun. Dua hari kemudian, 17 Januari 2023, Kepala Desa berdemo di DPR menuntut perubahan masa jabatan Kepala Desa menjadi 9 tahun melalui revisi UU Desa. Ada apa dengan sembilan? Aspirasi bersifat politis ini sah-sah saja dilakukan. Entah dengan motif atau tujuan apa pun, entah didukung oleh elit siapa pun. Boleh saja. Konon lagi, mayoritas meyakini masa jabatan 9 tahun bagi Kepala Desa itu akan semakin membawa maslahat besar, khususnya bagi masyarakat Desa. Sebab itu, jika mengikuti pola pikir mayoritas ini, maka menurut saya ada beberapa tuntutan lain yang perlu untuk disuarakan. Pertama, sebaiknya masa jabatan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) juga dirubah dari 6 tahun menjadi 9 tahun, mengikuti rencana masa jabatan Kepala Desa. Bahkan, lebih cocok lagi bila mekanisme pemilihan Kepala Desa dan BPD diselenggarakan secara serentak dalam waktu yang sama. Harapannya, Kepala Desa dan BPD terpilih mendapat posisi sta...