Skip to main content

Penerapan Learning Organization di Sekretariat Daerah Kabupaten Aceh Barat

Pendahuluan
Paper ini mendiskusikan dan menganalisa tentang upaya pengembangan kualitas pegawai negeri sipil di Sekretariat Daerah Kabupaten Aceh Barat. Menurut asumsi penulis yang didasari oleh pengalaman kerja sebagai PNS selama 2 (dua) tahun di lingkungan Pemkab Aceh Barat serta beberapa data yang berhasil dihimpun dari penelitian orang lain, pengembangan pegawai negeri sipil masih kurang optimal sehingga kualitas pegawai masih rendah. Padahal, perkembangan cara pandang tentang jalannya birokrasi saat ini dari sisi sumber daya aparatur yang ada di dalamnya mengarah pada budaya learning organization (pembelajaran organisasi).
Melalui argumen tersebut, penulis mencoba menganalisa identifikasi permasalahan dengan mendasari tulisan ini pada teori organisasi dan manajemen. Dengan demikian, setidaknya ada 3 (tiga) isu penting yang dibahas di dalamnya. Pertama, gambaran singkat pelaksanaan pengembangan pegawai yang dilaksanakan oleh Pemkab Aceh Barat, dalam hal ini Bagian Kepegawaian Setdakab Aceh Barat. Kedua, faktor-faktor yang diasumsikan menjadi penghambat dan pendukung upaya pelaksanaan pegawai negeri sipil. Ketiga, rekomendasi yang patut dilaksanakan oleh bagian terkait guna meningkatkan upaya pengembangan kualitas pegawai sebagai salah satu bentuk learning organization (pembelajaran organisasi)



Pelaksanaan Pengembangan PNS
Memasuki era reformasi birokrasi saat ini, pemerintah daerah dituntut memiliki kualitas sumber daya manusia yang berkualitas sehingga mampu mengikuti perkembangan pemerintahan dengan ilmu dan pengalaman yang dimilikinya. Dalam hal pengembangan PNS di lingkungan Pemkab Aceh Barat, pelaksanaannya secara administratif dilaksanakan oleh Bagian Kepegawaian Sekretariat Daerah Kabupaten Aceh Barat atas arahan dan petunjuk kepala daerah sebagai pejabat pembina kepegawaian daerah. Pengembangan kualitas PNS sebagai sumberdaya aparatur atau diistilahkan dengan birokrat dalam wadah bernama birokrasi secara sedehana mengacu pada prinsip-prinsip organisasi dan manajemen yang dinamakan learning organization.
Learning organization atau pembelajaran organisasi pada hakikatnya menurut Soetjipto dan Martdianty dalam Rakhmawanto[1] merupakan iklim yang dapat mendorong dan mempercepat individu, kelompok atau organisasi untuk terus belajar dan selalu menerapkan proses berfikir kritis (critical thinking) dalam memahami apa yang seharusnya dilaksanakan dan mengapa melaksanakan. Hal inilah kemudian yang mengiringi proses pengembangan PNS.
Berdasarkan UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, secara umum dijelaskan bahwa pengembangan kualitas PNS dapat dilakukan dengan beragam cara, seperti pendidikan dan pelatihan (diklat) PNS atau peningkatan jenjang pendidikan PNS ke taraf yang lebih tinggi dari sebelumnya. Kegiatan Diklat PNS atau pendidikan formal PNS dilaksanakan sesuai dengan perencanaan kebutuhan di seluruh bagian dalam Setdakab Aceh Barat. Untuk itu, Pemkab Aceh Barat dalam hal ini Bagian Kepegawaian telah melakukan pemetaaan terkait dengan jumlah PNS menurut pangkat dan tingkat pendidikan di lingkungan Sekretariat Daerah Kabupaten Aceh Barat Tahun 2012.
Tabel 1.
Jumlah PNS Setdakab Aceh Barat Tahun 2012
Berdasarkan Pangkat dan Tingkat Pendidikan
NO
Unit Kerja
GOLONGAN PNS
JML
PENDIDIKAN
JML
I
II
III
IV
S2
S1
Dipl.
SMU
SMP
SD
1
Sekretaris Daerah



1
1
1





1
2
Staf ahli Bupati



4
4

4




4
3
Asisten Pemerintahan



1
1
1





1
4
Asisten Pembangunan dan Kesra



1
1

1




1
5
Asisten Administrasi Umum



1
1

1




1
6
Bagian Pemerintahan

6
4
1
11

4
6
1


11
7
Bagian Hukum

2
3

5

3
2



5
8
Bagian Kesejahteraan Rakyat

5
4
9

4
5



9
9
Bagian Adm Pembangunan
1
6
3
1
10

3
3

2
2
10
10
Bagian Ekonomi

2
2
1
5

3
2



5
11
Bagian Umum
7
16
7
31
2
5
2
15
1
6
31
12
Bagian Hubungan Masyarakat
1
6
3
1
11

2
7
1

1
11
13
Bagian Kepegawaian
1
9
6
1
17

7
2
7

1
17
14
Bagian Organisasi

2
2
1
5

3
2



5
15
Bagian Keuangan

5
4
1
10

3
4
2
1

10

Jumlah
10
59
38
15
122
4
43
35
26
4
10
122
Sumber: Diolah dari Data DUK Bagian Kepegawaian Setdakab Aceh Barat, Juni 2012
Dari data di atas dapat dilihat bahwa jumlah PNS dengan tingkat pendidikan S1 (Strata 1) mendominasi hampir di setiap bagian. Begitu pula jumlah PNS dengan tingkat diploma. Hal tersebut menyebabkan porsi jenjang pangkat hampir di setiap unit kerja sebagian besar didominasi oleh PNS golongan II, kemudian mengikuti PNS golongan III.
Namun, hal tersebut tidak berimbang pada learning organization yang diterapkan oleh Pemkab Aceh Barat. Berdasarkan data yang bersumber dari Bagian Kepegawaian Setdakab Aceh Barat menunjukkan bahwa jumlah PNS yang mengikuti lanjutan pendidikan formal pada tingkat S1, S2 dan S3 mulai tahun 2009 hingga 2012 terakumulasi hanya sejumlah 15 orang dengan rata-rata 2 sampai 4 orang per tahun. Begitu pula dengan PNS yang mengikuti pendidikan dan pelatihan (diklat) pada jenjang PIM IV, PIM III dan PIM II mulai tahun 2009 hingga 2012 terakumulasi hanya sejumlah 20 orang dengan rata-rata 5 sampai 6 orang per tahun. Jumlah tersebut mengindikasikan bahwa pada setiap tahunnya sebagian besar PNS di lingkungan Setdakab Aceh Barat tidak terakomodasi oleh program learning organization.

Faktor Penghambat dan Pendukung Pengembangan PNS
Sebelum mengidentifikasi faktor penghambat dan pendukung pengembangan PNS di lingkungan Setdakab Aceh Barat, terlebih dahulu penulis memaparkan  hal-hal yang menjadi prinsip dalam konsep learning organization ini.
Berdasarkan materi perkuliahan Teori Organisasi dan Manajemen Publik oleh Prof. Dr. Miftah Thoha, MPA yang mendiskusikan tentang Learning Organization, setidaknya ada 5 (lima) hal yang harus diketahui dalam disiplin learning organization, yakni (1) system thinking; (2) personal mastery; (3) mental models; (4) building shared vision; dan (5) team learning.
Kelima hal tersebut kemudian didefinisikan oleh Trilestari[2] sebagai berikut. System thinking adalah memampukan orang untuk mulai mengapresiasi adanya interrelasi dari dunia dan menarik pengetahuan dan pengalaman; Personal mastery adalah membantu mengklarifikasi dan memperdalam personal vision dan untuk mengatasi keinginan intrinsik (intrinsic desire); Mental models adalah mengajarkan orang tentang cara proses kognitifnya membentuk apa yang mereka lihat dan mendefinisikan hubungan mereka dengan orang lain dan dengan dunianya; Building shared vision adalah membantu membangkitkan kesadaran akan tujuan bersama dimana energi mereka difokuskan dengan sebaik-baiknya; dan Team learning adalah membantu menyelaraskan pikiran dan energi yang menggerakkan resonansi dan sinergi proses learning.
Poin-poin tersebut menjadi hal utama dalam melakukan pengembangan pegawai atau pengembangan organisasi. Seperti yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya, data yang menunjukkan minimnya intensitas jumlah PNS yang diberikan kesempatan melanjutkan pendidikan formal dan diklat berjenjang mengindikasikan bahwa terdapat kesalahan dalam proses learning organization dalam hal pengembangan pegawai sebagai bagian dari sebuah organisasi di lingkungan Setdakab Aceh Barat.
Thoha mengemukakan bahwa untuk mengidentifikasikan masalah dalam pengembangan organisasi atau pegawai, terdapat dua hal yang harus diperhatikan yakni (1) melakukan diagnosa, yaitu upaya untuk menemukan persoala yang timbul dalam suatu organisasi, dimulai dari pemahaman tentang kerja dan aktivitas organisasi yang berkaitan dengan penyusunan lembaga atau satuan organisasi dan aktivitas atau tugas pokok dan fungsi; dan (2) melakukan intervensi, yaitu upaya memperbaiki masalah-masalah organisasi sehingga diperoleh hasil yang baik, efektif dan efisien. Dalam pelaksanaan identifikasi masalah tersebut, yang pertama kali diterapkan adalah melakukan diagnosa dengan tujuan melihat faktor internal maupun eksternal, baik yang mempengaruhi atau berkaitan dengan timbulnya masalah organisasi.
Terkait dengan indikasi masalah pada pelaksanaan pengembangan PNS di Setdakab Aceh Barat, maka setelah melalukan diagnosa berdasarkan asumsi penulis dan didasari oleh penelitian orang lain terdapat 2 (dua) faktor  yang mempengaruhi pengembangan PNS di Setdakab Aceh Barat. Faktor-faktor tersebut diidentifikasikan sebagai faktor penghambat dan pendukung.
Faktor penghambat antara lain adalah (1) kurangnya minat dari para pegawai dengan berbaga alasan, salah satunya adalah usia yang sudah kurang produktif; (2) minimnya alokasi anggaran Pemkab Aceh Barat untuk membiayai pendidikan formal dan diklat berjenjang; serta (3) cenderung adanya politisasi dan faktor hubungan kekerabatan. Namun, yang paling dominan sehingga menghambat kesempatan pegawai lain untuk mengembangkan dirinya lewat pendidikan formal dan/atau diklat berjenjang adalah pengaruh politik terhadap administrasi kepegawaian. Hal ini senada dengan Thoha (2012: 158) yang menjelaskan bahwa, seringkali kekuasaan dianggap dapat mengakomodasi kepentingan pihak-pihak tertentu saja tanpa mematuhi standar operasional dan prosedur yang telah ditetapkan, sehingga memberikan pengaruh buruk yang mengorbankan kepentingan orang lain yang lebih layak.
Faktor pendukung antara lain adalah (1) telah tersedianya program pengembangan yang telah direncanakan oleh Pemkab Aceh Barat, contohnya keberadaan perguruan tinggi swasta di Kota Meulaboh Kabupaten Aceh Barat seperti Universitas Teuku Umar, STIMI, STAI dan lain sebagainya yang memudahkan pegawai negeri untuk melanjutkan pendidikan formalnya di dalam wilayah Kabupaten Aceh Barat. Selain itu, Pemkab Aceh Barat melalui Bagian Humas dan bekerja sama dengan Dinas Pendidikan juga turut melakukan sosialisasi dan penyebarluasan informasi terkait beasiswa dari kementerian/lembaga negara maupun dari swasta bagi pegawai. (2) telah tersedianya program pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat, pemerintah provinsi bahkan dari NGO (Non Government Organization). Kedua hal tersebut sejalan dengan amanat Pasal 12 ayat (2) UU No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yang menyebutkan bahwa: “untuk mewujudkna penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembagunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diperlukan Pegawai Negeri Sipil yang profesional, bertanggung jawab, jujur dan adil melalui pembinaan yang dilaksanakan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang menitikberatkan pada sistem prestasi kerja”.
Dari hasil diagnosa yang penulis asumsikan berdasarkan data, pengalaman dan penelitian orang lain, maka kedua faktor tersebut merupakan bagian dari learning organization yang memerlukan perhatian serius dan upaya komprehensif, terutama dari Pemerintah Kabupaten Aceh Barat. Tujuannya adalah untuk mengakomodasi seluruh pegawai yang layak mengikuti diklat dan/atau melanjutkan pendidikan formal tanpa terbentur oleh alasan yang irrasional.

Rekomendasi bagi Upaya Peningkatan Pengembangan PNS
Setelah dilakukan diagnosa sederhana terhadap pelaksanaan pengembangan PNS di lingkungan Setdakab Aceh Barat, maka diperlukan suatu intervensi untuk mengatasi persoalan-persoalan yang diasumsikan terjadi saat pelaksanaan pengembangan pegawai tersebut. Penulis merekomendasikan beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh Pemkab Aceh Barat sebagai suatu bentuk intervensi bagi program pengembangan pegawai.
Berdasarkan faktor penghambat yang dihasilkan dari diagnosa pada bagian sebelumnya, adapun upaya yang perlu dilakukan oleh Pemkab Aceh Barat dapat direkomendasikan sebagai berikut: (1) Memberikan pembinaan terhadap disiplin, moral dan etika dengan cara menerapkan peraturan kantor atau tata tertib yang mengikat, karena menurut penulis selama ini tidak ada aspek kedisipinan yang dominan ditonjolkan dari manajemen kepegawaian di Setdakab Aceh Barat sehingga budaya learning organization tidak dapat terbentuk secara maksimal akibat pegawai negeri yang tidak disiplin dan memilih untuk menyibukkan diri pada hal-hal yang tidak memberi manfaat dari sisi pembelajaran organisasi; (2) Melakukan penilaian kinerja secara terprogram per triwulan, per semester atau per tahun yang dapat dilakukan oleh masing-masing kepala bagian unit kerja di Setdakab Aceh Barat agar output atau hasil kerja para pegawai dapat dilihat sebagai bahan evaluasi dan penilaian kelayakan untuk melanjutkan pendidikan formal atau mengikuti diklat berjenjang; (3) memberikan diklat teknis yang sesuai dengan kompetensi pekerjaan serta tupoksi pada bagian yang ia tempati, contoh: diklat keuangan daerah bagi pegawai yang bekerja di bagian keuangan, atau diklat perencanaan pembangunan bagi pegawai yang bekerja di bidang ekonomi dan pembangunan; dan (4) memberdayakan para pegawai di Setdakab Aceh Barat yang memiliki potensi khusus untuk menekuni bidang keahliannya, kemudian memberikan apresiasi berupa kesempatan pendidikan yang dibarengi dengan kewajiban pemerintah untuk mendukung ketersediaan dana dan jaminan lainnya.

Sumber Bacaan

Dwiyanto, Agus. 2008. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
Harsono. 2011. Sistem Administrasi Kepegawaian. Fokusmedia: Bandung
Thoha, Miftah. 2012. Birokrasi Pemerintah dan Kekuasaan di Indonesia. Thafa Media: Yogyakarta.



[1] Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS Vol. 2 No. 1 Juni 2008, Membangun Model Pengembangan SDM Aparatur Pegawai Negeri Sipil, oleh Ajib Rakhmawanto.
[2] Learning Organization oleh Endang Wirjatmi Trilestari, http://www.stialan.ac.id. Diundunh pada tanggal 1 November 2012.

Comments

Popular posts from this blog

Rekrutmen dan Seleksi Pegawai Pemerintah: Sebuah Kajian dari Praktek dan Tren Modern Internasional

Pemerintah di seluruh dunia menghadapi tantangan kepegawaian yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pada saat pemerintah butuh bakat daya pikat paling trampil untuk pelayanan publik, kemampuan mereka untuk melakukannya telah begitu jarang sehingga rumit dan dibatasi oleh ekonomi, sosial dan tekanan organisasi. Artikel ini memberikan gambaran jenis inisiatif rekrutmen dan seleksi di tempat di banyak negara yang dapat membantu pemerintah dunia ini menarik dan mempertahankan bakat. Bergantung pada contoh dari Amerika Serikat dan Eropa Barat, namun juga mengintegrasikan pengalaman dari berbagai negara maju dan kurang berkembang (LDCs), kami menjelaskan serangkaian perekrutan dan seleksi "praktik terbaik." Suasana Penerimaan Peserta Tes CPNS

Kebijakan Relokasi Kerusuhan terhadap Korban Pengungsi di Kabupaten Sambas Tahun 1999: Konflik Etnis antara Madura dan Melayu

Internally displaced Persons adalah sebuah istilah bagi para kelompok masyarakat yang pindah dari tempat tinggalnya dan menetap di daerah lain untuk menetap sementara waktu atau hal ini dikenal dengan istilah pengungsi. Sambas adalah sebuah Kabupaten yang terletak di bagian pesisir yang di tempati oleh berbagai suku etnis misalnya suku bugis, madura, jawa batak dll, namun Kabupaten Sambas mayoritas ditempati oleh Melayu, Dayak dan Cina (Tiong Hoa). Khusus tentang konflik Sambas pada tahun 1999 yang terjadi adalah etnis Melayu Sambas dengan suku Madura (yang bertempat tinggal di Sambas) yang menewaskan ratusan jiwa dan hancurnya ratusan rumah dan harta warga Madura. Rekonsiliasi Konflik

Dinamika, Kontinum dan Globalisasi Administrasi Publik

Woodrow Wilson 1.         Dinamika perubahan fokus administrasi publik, mulai dari administrasi sebagai administrasi negara sampai dengan administrasi publik dalam paradigma governance serta implikasi pada praktik administrasi publik. Dinamika Pertama , administrasi sebagai administrasi negara. Administrasi negara telah mengalami tahapan perkembangan yang diklasifikasikan berdasarkan berbagai cara pandang (paradigma) dalam rentang waktu tertentu yang memiliki ciri-ciri tertentu sesuai dengan locus dan focus paradigma tersebut. Akan tetapi, tidak semua paradigma memiliki penekanan pada locus dan focus secara sekaligus atau bersamaan. Menurut Thoha (2008: 18), locus menunjukkan dimana bidang ini secara institusional berada, sedangkan focus menunjukkan sasaran spesialisasi dari bidang studi tersebut. Untuk mengidentifikasi perubahan fokus pada dinamika pertama administrasi sebagai administrasi negara, lebih lanjut Henry dalam Yudiatmaja (2012: 9) membagi paradigma administras