Bintang dari Manglayang dan Nakhoda Pemerintahan: Sebuah Refleksi Ikrar Pamong yang didedikasikan untuk seluruh Purna Praja STPDN/IPDN di Indonesia
Ksatrian IPDN Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat (Rabu, 28 Agustus 2013)
“Kami Putra-putri
Indonesia yang memiliki profesi sebagai Pamong, berjanji: Setia kepada Negara
Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; Sedia
berkorban untuk kepentingan, negara/bangsa dan masyarakat; Siap melayani dan mengabdi untuk kepentingan masyarakat
dimana pun kami bertugas. Kami sadar, ikrar
ini didengar oleh Tuhan dan manusia, semoga Tuhan memberikan kekuatan lahir dan
batin agar kami dapat melaksanakan ikrar kami ini.” (Ikrar Pamong)
Bintang Purna Praja kembali bertambah jumlahnya dan bersinar di langit Indonesia. Sesaat setelah pin Purna Praja berwarna kuning keemasan itu disematkan di sebelah kanan dada pakaian kebesaran, suara lantang
dari Pamong Praja Muda IPDN Angkatan XX berkumandang di Ksatrian dan seantero
Jatinangor. Suara keyakinan dan kesiapan putra-putri Kawah Candradimuka yang
menegaskan Ikrar Pamong bagi bangsa dan negara. Saat ikrar itu diucapkan di
tengah lapangan parade, seakan-akan tergetar jiwa puluhan ribu lulusan
pendidikan tinggi pamong praja yang berada di seluruh nusantara. Sudahkah kita
membuktikan ikrar ini?
Pertanyaan itu
hanyalah secuil rasa introspeksi dari sekian banyak hal yang perlu kita
renungi. Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, ada hal lain yang perlu kita
syukuri. Hari ini—Rabu, 28 Agustus 2013—adalah hari bersejarah bagi sekolah
yang telah mengajar, melatih dan mengasuh kita semua. Ya, Institut Pemerintahan
Dalam Negeri memang spesial. Namun, hari ini Kampus IPDN Jatinangor itu menjadi
lebih spesial. Mengapa?
Pelantikan dan Pengukuhan
Pamong Praja Muda yang (kembali) Spesial
Pertama, ini
adalah kali kedua Pamong Praja Muda IPDN dilantik dan dikukuhkan oleh Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono dalam kurun waktu dua periode masa pemerintahannya.
Presiden SBY pertama kali melantik lulusan STPDN/IPDN pada tahun 2006. Namun,
pada tahun-tahun berikutnya Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan kita itu
urung bersedia berkunjung kembali ke Ksatrian. Beragam kasus yang dialami oleh
civitas akademika IPDN menjadi pekerjaan rumah prioritas yang dibebankan kepada
Kementerian Dalam Negeri (saat itu masih bernomenklatur Departemen Dalam
Negeri) dan terutama pihak IPDN. Singkat cerita, proses pembenahan sistem
akademik dan pola pengasuhan yang dituntut oleh berbagai kalangan mulai menuai hasil
positif. IPDN menunjukkan progress
yang lebih baik dari tahun ke tahun. Perkembangan yang bagus tersebut ternyata
benar-benar direspon oleh orang nomor satu di Republik Indonesia dengan bukti
bersedia kembali melantik Pamong Praja Muda IPDN hari ini.
IPDN selalu spesial.
Sekolah kedinasan binaan Kementerian Dalam Negeri ini mendapat perhatian
istimewa, terutama dalam hal upacara
pengukuhan Muda Praja dan pengukuhan Pamong Praja Muda. Bayangkan, para calon
praja yang telah lulus seleksi pantauan terakhir senantiasa dikukuhkan dan
diresmikan sebagai peserta didik dengan sebutan Muda Praja oleh pimpinan
Lembaga Negara setingkat menteri, dalam hal ini adalah Menteri Dalam Negeri.
Selain itu, upacara pengukuhan lulusan IPDN menjadi Pamong Praja Muda dari
tahun ke tahun senantiasa dilakukan oleh Kepala Negara/Kepala Pemerintahan,
dalam hal ini adalah Presiden/Wakil Presiden Republik Indonesia. Oleh karena itulah, kesediaan Presiden untuk mengukuhkan dan melantik Pamong Praja Muda sangat diharapkan oleh setiap praja yang akan menyelesaikan pendidikan.
Ada beberapa
perhatian yang dapat dinilai dari kehadiran Presiden pada upacara pelantikan
Pamong Praja IPDN Angkatan XX hari ini. Secara organisasional, boleh jadi
kesediaan Presiden SBY merupakan bentuk reward
atau penghargaan atas kinerja Kemendagri, IPDN dan institusi lainnya yang
dinilai berhasil memperbaiki sistem pendidikan pamong praja. Terlepas dari
kasus personal beberapa oknum praja, pihak rektorat atau pejabat dari
kementerian, sorotan publik terhadap kasus kekerasan di lingkungan Ksatrian
semakin berkurang. Bentuk nyatanya adalah pola pengasuhan yang semakin terarah
dan tersebarnya konsentrasi kuantitas praja ke kampus-kampus regional di
berbagai daerah. Walaupun tindakan pengawasan internal kehidupan praja semakin
ditingkatkan, namun tidak membatasi kader aparatur pemerintah tersebut untuk
mencurahkan perhatian pada isu-isu birokrasi dan politik pemerintahan yang
berkembang saat ini. Selain itu walau berjalan lambat, peningkatan dan
perbaikan fasilitas penunjang kegiatan intra dan ekstrakurikuler praja pun semakin baik. Lihat
saja inovasi-inovasi yang dilakukan adik-adik kita lewat berbagai kegiatan sosial
kemasyarakatan yang dipublikasikan lewat media youtube. Layaknya sebuah siklus, IPDN mulai beranjak kembali ke
masa kejayaannya.
Kehadiran figur
seorang Presiden ke Ksatrian IPDN khusus untuk melantik Pamong Praja Muda sudah
pasti memberi efek psikologis bagi putra-putri terbaik dari seluruh daerah itu.
Bila dibandingkan dengan pelantikan lulusan AKPOL atau AKMIL yang lebih banyak
dilakukan di Istana Negara atau di luar lingkungan kampus mereka, kedatangan
Presiden ke Jatinangor jelas menjadi sebuah prestise yang membanggakan. Tidak hanya
prestise, momentum perubahan IPDN dari berbagai level pun merupakan sebuah
prestasi penting.
Atas dasar reward, prestise dan prestasi itu, maka
seluruh praja yang saat ini masih menjalankan pendidikan menjadi penentu dalam
menjaga kereta perubahan agar tetap pada rel yang telah ditentukan. Asumsinya,
adik-adik praja saat ini ibarat tengah menunggu giliran dalam beberapa bulan
atau tahun lagi untuk dilantik kembali oleh Presiden. Memang, pelantikan yang
berlangsung sehari itu hanya bersifat ceremonial
belaka, karena arena perjuangan sesungguhnya adalah saat bekerja nanti. Namun,
bolehlah urgensi kehadiran Presiden pada setiap upacara pelantikan Pamong Praja
Muda di tahun-tahun berikutnya dijadikan motivasi bagi seluruh civitas IPDN untuk
menjaga stabilitas dan kesinambungan perubahan, serta meningkatkan upaya-upaya
lainnya demi IPDN yang lebih baik.
Oleh sebagian
pihak, kehadiran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Inspektur Upacara
pada pelantikan Pamong Praja Muda IPDN Angkatan XX hari ini secara politis
dipandang sebagai tindakan politik Kepala Pemerintahan. Barangkali, opini itu
didasarkan pada masa jabatan Presiden SBY yang akan berakhir tahun 2014
mendatang.
Kedua, upacara
pelantikan dan pengukuhan Pamong Praja IPDN tahun ini menjadi lebih spesial
karena satu stasiun televisi nasional dan dua televisi swasta menyiarkan
kegiatan tersebut kepada publik, baik liputan secara langsung maupun menjadi headline news. Sekedar mengingat
tayangan terdahulu, media elektronik dan media massa menjadi mata terbaik bagi
masyarakat untuk memantau perkembangan kasus STPDN/IPDN. Responsivitas para
pencari berita pun semakin menanjak tatkala informasi yang dinilai sebagai
kasus kekerasan dan tindak penganiayaan meluap ke ranah publik. Bahkan,
tayangan-tayangan terdahulu yang tidak merepresentasikan kasus yang sebenarnya
terjadi di dalam Ksatrian pun semakin dipertajam lewat televisi. Akibatnya,
opini publik yang berlebihan pun muncul.
Hal ini penting
untuk dikritisi, karena beberapa media acap kali berkonsentrasi pada
wacana-wacana yang buruk semata. Semestinya, informasi yang seimbang pun
dibutuhkan oleh masyarakat seperti kegiatan ekstrakurikuler praja, kegiatan
sosial keagamaan, kegiatan keorganisasian, seminar-seminar pemerintahan, dan
kegiatan sosial kemasyarakatan. Dengan demikian, publik menerima tayangan yang
tidak hanya bermanfaat namun juga bermutu sehingga masyarakat lebih objektif
dalam memandang persoalan-persoalan internal IPDN. Seharusnya, peran ini
dimainkan dengan baik oleh stasiun televisi sebagai media visual yang
informasinya lebih banyak diminati publik. Tayangan-tayangan yang berimbang
tersebut juga seharusnya tidak didasarkan profit
oriented semata atas inisiatif pihak penyelenggara kegiatan atau tuntutan
profesi, akan tetapi juga atas inisiatif pihak stasiun televisi itu sendiri.
Barangkali, selama ini sebagian besar masyarakat tidak pernah mengenal istilah Pamong Praja Muda atau Purna Praja. Publik kurang mengetahui ternyata pengukuhan lulusan IPDN dilakukan oleh Presiden mereka. Mungkin, sebagian kecil masyarakat sudah pernah melihat tayangan-tayangan saat Presiden melantik lulusan AKPOL atau AKMIL di Istana Negara, Monumen Nasional atau kampus mereka. Namun, publik sangat jarang menyaksikan dan mendengar secara langsung bagaimana barisan dengan pakaian dinas upacara besar berwarna putih memasuki lapangan parade dengan gagah dan diiringi oleh gelegar musik dari Drum Band Gita Abdi Praja.
Liputan upacara
pengukuhan Pamong Praja Muda secara langsung oleh stasiun televisi hari ini
diyakini telah membuka mata dan pikiran publik tentang praja dan IPDN. Kita
patut memberi apresiasi terhadap media yang sudi menyuguhkan tayangan yang
menjadi nostalgia bagi para Purna Praja dan lulusan pendidikan tinggi pamong
praja di seluruh nusantara, serta jutaan masyarakat Indonesia. Inilah saatnya
Indonesia mengenal sekolah pendidikan tinggi pamong praja yang terus berkembang
sejak zaman kolonial Hindia Belanda. Inilah saatnya Indonesia mengetahui
saat-saat dimana Pamong Praja berikrar bagi bangsa dan negara. Inilah saatnya
Indonesia menyaksikan kecerdasan, keuletan dan ketangguhan Purna Praja terbaik
yang menggenggam predikat Astha Brata. Inilah saatnya Indonesia menikmati
secara bersama lagu dari Gita Puja Wyata yang membaitkan sumpah, janji, doa,
dan harapan dalam lantunan Hymne Abdi Praja. Inilah saatnya Indonesia ikut
memekikkan dengan lantang sasanti Bhinneka Nara Eka Bhakti ke seluruh penjuru
negeri.
Kita berharap,
semoga media dapat menjadi sumber informasi tentang IPDN yang berimbang bagi
masyarakat. Bukan informasi yang bersifat sandiwara, provokasi dan subjektif.
Akan tetapi, informasi yang real,
berkualitas dan objektif untuk membuka paradigma atau mindset masyarakat tentang Institut Pemerintahan Dalam Negeri.
Ketiga, upacara
tersebut juga dirasa spesial bagi masyarakat Aceh—khususnya Simeulue—dan
seluruh alumni Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) Aceh. Ya, dalam upacara
pengukuhan itu Bupati Simeulue Riswan NS menjadi Komandan Upacara dan memimpin
1.459 Pamong Praja Muda Angkatan XX.
Kebanggaan
pastinya dirasakan oleh seluruh masyarakat Aceh, terutama masyarakat Simeulue
dan jajaran Pemerintah Kabupaten Simeulue Provinsi Aceh serta keluarga besar
alumni APDN Aceh. Berbondong-bondong masyarakat di Aceh menyaksikan peran
Bupati Simeulue sebagai komandan upacara yang dilaksanakan dengan sangat baik
dan gagah lewat siaran langsung dari televisi.
Bupati Simeulue
Riswan NS adalah alumni APDN Tahun 1984 dan terpilih menjadi komandan upacara
setelah menyisihkan 500 kandidat
komandan upacara lainnya yakni bupati, walikota dan gubernur dari berbagai
daerah di Indonesia. Kesempatan langka tersebut dipandang sebagai momen untuk mengangkat nama baik Simeulue dan Provinsi Aceh pada tingkat nasional, terutama
dalam dunia pamong praja.
Lalu, sebagai
refleksi dari rangkaian cerita spesial pengukuhan Pamong Praja Muda tahun 2013
dan ketika kita kembali ke pertanyaan awal tulisan ini, maka sudahkah kita—para
Purna Praja di seluruh Indonesia—membuktikan ikrar kita sebagai pamong?
Harus disadari
bahwa pertanyaan sulit ini membutuhkan jawaban yang sangat panjang, kompleks dan
situasional dengan kondisi pemerintahan daerah dan kondisi masyarakat dimana para
Purna Praja bertugas atau ditempatkan. Memang, idealnya seorang Purna Praja
selalu siap menghadapi situasi apa pun yang ada di sekelilingnya dengan
melakukan penyesuaian dan mengedepankan profesionalitas sebagai seorang pamong.
Namun, di sisi lain pragmatisme dunia kerja dan dunia kemasyarakatan merupakan
tantangan besar dan ancaman nyata. Tak dapat dielakkan kelak dalam perjalanan
karir seorang pamong akan ditemukan cara-cara yang tidak diajarkan sebelumnya
di kelas perkuliahan. Atau, cara-cara tersebut justru berkembang dari
nilai-nilai kedisiplinan dan kesigapan, ketahanan fisik dan pembinaan mental,
manfaat dari stressing atau tekanan
jiwa, serta hubungan senioritas yang kerap kita junjung tinggi. Bukan sekedar teori belaka.
Terlepas dari
banyak atau sedikitnya perhatian dan dukungan user di pemerintahan daerah dalam memberi peran dan tanggung-jawab
lebih bagi para Purna Praja pada jenjang karir tertentu, dan terlepas pula dari
homogen atau heterogennya keadaan sosio-kultural masyarakat tempat kita
bertugas, mutlak bahwa penyesuaian diri saat pengabdian awal di lapangan perlu dilakukan agar menjadi
bukti realisasi seorang pamong terhadap ikrarnya itu. Tidak benar jika kita menjustifikasi
bahwa materi-materi perkuliahan memberi sumbangsih minimal bagi pekerjaan. Namun,
harus diakui pula bahwa keterampilan dari kegiatan pelatihan, pola pengasuhan dan
pembinaan jiwa pamong oleh para pengasuh dan senior berpengaruh signifikan
untuk keberhasilan penyesuaian diri kita di lapangan.
Dalam era
reformasi saat ini, penyesuaian diri seorang Purna Praja sangat dibutuhkan.
Dapat dikatakan bahwa kita menjadi contoh dan teladan bagi pelaksanaan agenda
reformasi birokrasi di pemerintah daerah. Untuk memaksimalkan realisasi
perubahan tersebut, wewenang melalui jabatan mutlak menjadi instrumen penting
yang harus diemban. Dan kepercayaan rakyat serta pimpinan yang lebih tinggi
adalah modal yang utama.
Lihat saja, beberapa
lulusan STPDN/IPDN sudah berhasil mengaktualisasikan dirinya sebagai pemimpin
dan pimpinan daerah dengan terpilih menjadi wakil gubernur, bupati, wakil
bupati, walikota, dan wakil walikota. Pun, sudah tak terhitung jumlahnya Purna
Praja STPDN/IPDN yang mengemban amanah di lingkungan kementerian, menjadi
sekretaris daerah dan pejabat eselon tinggi pada posisi strategis di tingkat provinsi, kabupaten
atau kota. Bahkan, beberapa pemerintah daerah saat ini tengah memaksimalkan
realisasi PP No. 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan dengan menugaskan alumni
STPDN/IPDN sebagai camat. Kepercayaan rakyat dan pimpinan tersebut juga
dibuktikan oleh Purna Praja STPDN/IPDN Provinsi DKI Jakarta yang berhasil lolos
pada program seleksi lelang jabatan camat dan lurah di pemprov setempat.
Berbagai prestasi tersebut menandai jika rakyat dan pimpinan tertinggi masih
memberi kepercayaan pada lulusan sekolah pendidikan tinggi pamong praja untuk
mengawal reformasi birokrasi itu.
Akan tetapi—sekali lagi—sisi pragmatisme dunia kerja dan dunia kemasyarakatan bagi Purna Praja dalam posisi karir apa pun tetap menjadi tantangan besar dan ancaman nyata. Faktanya ada pada stereotype birokrasi kita yang cenderung red-tape atau mempersulit hal-hal yang mudah dan mempermudah hal-hal yang prosedural. Apabila penyesuaian diri itu dibarengi dengan pola pikir yang menghalalkan segala cara untuk kepentingan pribadi atau segelintir pihak, maka sudah pasti taruhannya secara normatif dan empiris adalah kesejahteraan masyarakat serta turunnya kepercayaan rakyat dan pimpinan tertinggi kepada kita.
Oleh sebab itu,
wajar jika Presiden Republik Indonesia pada saat amanat Inspektur Upacara dalam
pelantikan Pamong Praja Muda IPDN Angkatan XX hari ini berpesan untuk: (1) memiliki visi pemerintahan yang jauh ke depan dalam melaksanakan
tugas dengan penuh tanggung-jawab kepada rakyat; (2) ikut memelihara kehidupan
berbangsa dan bernegara dengan rukun dan damai; (3) membangun citra pemerintahan
yang baik dan bersih; (4) menunjukkan keberpihakan pada rakyat dan mempertanggung-jawabkan tugas, sumpah dan janji
jabatan; dan (5) menjauhi penyalahgunaan wewenang dan korupsi.
Masih ingat,
bukan, doktrin Ksatrian yang berpesan: “jika
berhasil melaksanakan tugas, masyarakat menilai sebagai sebuah kewajaran karena
status kita sebagai Purna Praja; namun jika gagal, maka masyarakat akan
mencibir dan menghujat kita habis-habisan.”
Ekspektasi
masyarakat dan pemerintah daerah terhadap kita sangat besar dan luar biasa.
Bisa dimaklumi jika mereka menganggap kita adalah seorang pegawai negeri sipil
yang mempunyai segudang keahlian, sehingga berhak diberikan tugas-tugas yang seharusnya
dapat dilakukan oleh PNS yang lain. Bisa dibayangkan jika mereka menilai kita
sebagai pamong praja yang mengabdi tanpa pamrih, sehingga tugas atau pekerjaan
yang tidak mengandalkan honor kegiatan diberikan kepada kita. Bisa
diilustrasikan jika mereka adalah sekumpulan pejabat dan masyarakat yang punya
pengaruh kuat dalam strata sosial dan tataran kultural setempat, sehingga
sebaik apa pun kualitas diri kita tetap tak diberi peran yang layak.
Usah dimaklumi,
usah dibayangkan dan usah diilustrasikan.
Bintang dari Manglayang dan Nakhoda Pemerintahan
Pada akhir tulisan ini, tersisip sebuah pesan atau nasehat dari orangtua yakni: “jangan mengkerdilkan diri sendiri, keluarga atau orang-orang terdekat kita. Jika orang lain tidak melakukannya terhadap kita, mengapa kita justru melakukannya. Padahal, kita dibesarkan oleh Yang Maha Besar di antara orang-orang yang besar dan seharusnya kita bersyukur dengan hal itu.”
Pada akhir tulisan ini, tersisip sebuah pesan atau nasehat dari orangtua yakni: “jangan mengkerdilkan diri sendiri, keluarga atau orang-orang terdekat kita. Jika orang lain tidak melakukannya terhadap kita, mengapa kita justru melakukannya. Padahal, kita dibesarkan oleh Yang Maha Besar di antara orang-orang yang besar dan seharusnya kita bersyukur dengan hal itu.”
Purna Praja, serendah apa pun pandangan masyarakat terhadap citra almamater tercinta yang telah membesarkan kita, sesungguhnya kita semua yang menjaga nama baik Ksatrian ini tetap tinggi. Seburuk apa pun personality kita atau orang-orang terhadap kita, jangan biarkan hal itu mencoreng kanvas perubahan IPDN yang semakin baik dan indah ini. Kita adalah pemuda-pemudi terbaik laksana bintang. Awalnya redup, dan dinginnya Lembah Manglayang menjadi teman saat proses pembentukan kita. Ketika proses itu selesai, kita adalah bintang petunjuk yang bersinar terang dan memberi kehangatan bagi mereka.
Purna Praja, sesulit apa pun penyesuaian diri kita di lingkungan pemerintahan daerah dan kehidupan masyarakat, kita pantas untuk dihormati. Kita adalah para nakhoda besar dan pelaut tangguh yang lahir dari ganasnya terjangan ombak dan badai. Roda kemudi pemerintahan sudah selayaknya ada pada genggaman tangan-tangan kokoh kita. Layar telah terkembang. Belum terlambat untuk melabuhkan kapal negeri ini ke dermaga kesejahteraan.
Purna Praja, sesulit apa pun penyesuaian diri kita di lingkungan pemerintahan daerah dan kehidupan masyarakat, kita pantas untuk dihormati. Kita adalah para nakhoda besar dan pelaut tangguh yang lahir dari ganasnya terjangan ombak dan badai. Roda kemudi pemerintahan sudah selayaknya ada pada genggaman tangan-tangan kokoh kita. Layar telah terkembang. Belum terlambat untuk melabuhkan kapal negeri ini ke dermaga kesejahteraan.
Selamat atas
Pengukuhan dan Pelantikan sebagai Pamong Praja Muda bagi Angkatan XX IPDN Tahun
2013 oleh Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Selamat bergabung di
Keluarga Besar Purna Praja Indonesia. Semoga sukses di arena pengabdian
sebenarnya. Mari kita aktualisasikan ikrar sebagai Pamong Praja dan buktikan
kita layak menerimanya. Jayalah selalu, IPDN.
Bhinneka Nara
Eka Bhakti.
“Demi Tuhan Yang Maha Esa, Nusa dan Bangsa.
Aku bersumpah setia untuk mengabdi dan melindungi, serta mengayomi bangsaku, negeriku,
tanah airku Indonesia. Kuserahkan seluruh jiwa ragaku, kukerahkan seluruh
dayaku untuk pertiwi. Terimalah baktiku, terimalah pengabdianku. Abdi Praja
Dharma Satya Nagara Bhakti” (Hymne Abdi
Praja)
----------------------------------------
Ditulis di Meulaboh, Aceh Barat (Rabu, 28 Agustus 2013) oleh Kemal Pasya, S.IP (Purna Praja IPDN Angkatan XVIII asal pendaftaran Aceh Barat)
Comments
Post a Comment