Skip to main content

Bintang dari Manglayang dan Nakhoda Pemerintahan: Sebuah Refleksi Ikrar Pamong yang didedikasikan untuk seluruh Purna Praja STPDN/IPDN di Indonesia

Ksatrian IPDN Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat (Rabu, 28 Agustus 2013)

Kami Putra-putri Indonesia yang memiliki profesi sebagai Pamong, berjanji: Setia kepada Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; Sedia berkorban untuk kepentingan, negara/bangsa dan masyarakat; Siap melayani dan mengabdi untuk kepentingan masyarakat dimana pun kami bertugas. Kami sadar, ikrar ini didengar oleh Tuhan dan manusia, semoga Tuhan memberikan kekuatan lahir dan batin agar kami dapat melaksanakan ikrar kami ini.” (Ikrar Pamong)

Bintang Purna Praja kembali bertambah jumlahnya dan bersinar di langit Indonesia. Sesaat setelah pin Purna Praja berwarna kuning keemasan itu disematkan di sebelah kanan dada pakaian kebesaran, suara lantang dari Pamong Praja Muda IPDN Angkatan XX berkumandang di Ksatrian dan seantero Jatinangor. Suara keyakinan dan kesiapan putra-putri Kawah Candradimuka yang menegaskan Ikrar Pamong bagi bangsa dan negara. Saat ikrar itu diucapkan di tengah lapangan parade, seakan-akan tergetar jiwa puluhan ribu lulusan pendidikan tinggi pamong praja yang berada di seluruh nusantara. Sudahkah kita membuktikan ikrar ini?

Pertanyaan itu hanyalah secuil rasa introspeksi dari sekian banyak hal yang perlu kita renungi. Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, ada hal lain yang perlu kita syukuri. Hari ini—Rabu, 28 Agustus 2013—adalah hari bersejarah bagi sekolah yang telah mengajar, melatih dan mengasuh kita semua. Ya, Institut Pemerintahan Dalam Negeri memang spesial. Namun, hari ini Kampus IPDN Jatinangor itu menjadi lebih spesial. Mengapa?

Pelantikan dan Pengukuhan Pamong Praja Muda yang (kembali) Spesial

Pertama, ini adalah kali kedua Pamong Praja Muda IPDN dilantik dan dikukuhkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam kurun waktu dua periode masa pemerintahannya. Presiden SBY pertama kali melantik lulusan STPDN/IPDN pada tahun 2006. Namun, pada tahun-tahun berikutnya Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan kita itu urung bersedia berkunjung kembali ke Ksatrian. Beragam kasus yang dialami oleh civitas akademika IPDN menjadi pekerjaan rumah prioritas yang dibebankan kepada Kementerian Dalam Negeri (saat itu masih bernomenklatur Departemen Dalam Negeri) dan terutama pihak IPDN. Singkat cerita, proses pembenahan sistem akademik dan pola pengasuhan yang dituntut oleh berbagai kalangan mulai menuai hasil positif. IPDN menunjukkan progress yang lebih baik dari tahun ke tahun. Perkembangan yang bagus tersebut ternyata benar-benar direspon oleh orang nomor satu di Republik Indonesia dengan bukti bersedia kembali melantik Pamong Praja Muda IPDN hari ini.


IPDN selalu spesial. Sekolah kedinasan binaan Kementerian Dalam Negeri ini mendapat perhatian istimewa, terutama dalam  hal upacara pengukuhan Muda Praja dan pengukuhan Pamong Praja Muda. Bayangkan, para calon praja yang telah lulus seleksi pantauan terakhir senantiasa dikukuhkan dan diresmikan sebagai peserta didik dengan sebutan Muda Praja oleh pimpinan Lembaga Negara setingkat menteri, dalam hal ini adalah Menteri Dalam Negeri. Selain itu, upacara pengukuhan lulusan IPDN menjadi Pamong Praja Muda dari tahun ke tahun senantiasa dilakukan oleh Kepala Negara/Kepala Pemerintahan, dalam hal ini adalah Presiden/Wakil Presiden Republik Indonesia. Oleh karena itulah, kesediaan Presiden untuk mengukuhkan dan melantik Pamong Praja Muda sangat diharapkan oleh setiap praja yang akan menyelesaikan pendidikan.

Ada beberapa perhatian yang dapat dinilai dari kehadiran Presiden pada upacara pelantikan Pamong Praja IPDN Angkatan XX hari ini. Secara organisasional, boleh jadi kesediaan Presiden SBY merupakan bentuk reward atau penghargaan atas kinerja Kemendagri, IPDN dan institusi lainnya yang dinilai berhasil memperbaiki sistem pendidikan pamong praja. Terlepas dari kasus personal beberapa oknum praja, pihak rektorat atau pejabat dari kementerian, sorotan publik terhadap kasus kekerasan di lingkungan Ksatrian semakin berkurang. Bentuk nyatanya adalah pola pengasuhan yang semakin terarah dan tersebarnya konsentrasi kuantitas praja ke kampus-kampus regional di berbagai daerah. Walaupun tindakan pengawasan internal kehidupan praja semakin ditingkatkan, namun tidak membatasi kader aparatur pemerintah tersebut untuk mencurahkan perhatian pada isu-isu birokrasi dan politik pemerintahan yang berkembang saat ini. Selain itu walau berjalan lambat, peningkatan dan perbaikan fasilitas penunjang kegiatan intra dan ekstrakurikuler praja pun semakin baik. Lihat saja inovasi-inovasi yang dilakukan adik-adik kita lewat berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan yang dipublikasikan lewat media youtube. Layaknya sebuah siklus, IPDN mulai beranjak kembali ke masa kejayaannya.

Kehadiran figur seorang Presiden ke Ksatrian IPDN khusus untuk melantik Pamong Praja Muda sudah pasti memberi efek psikologis bagi putra-putri terbaik dari seluruh daerah itu. Bila dibandingkan dengan pelantikan lulusan AKPOL atau AKMIL yang lebih banyak dilakukan di Istana Negara atau di luar lingkungan kampus mereka, kedatangan Presiden ke Jatinangor jelas menjadi sebuah prestise yang membanggakan. Tidak hanya prestise, momentum perubahan IPDN dari berbagai level pun merupakan sebuah prestasi penting.

Atas dasar reward, prestise dan prestasi itu, maka seluruh praja yang saat ini masih menjalankan pendidikan menjadi penentu dalam menjaga kereta perubahan agar tetap pada rel yang telah ditentukan. Asumsinya, adik-adik praja saat ini ibarat tengah menunggu giliran dalam beberapa bulan atau tahun lagi untuk dilantik kembali oleh Presiden. Memang, pelantikan yang berlangsung sehari itu hanya bersifat ceremonial belaka, karena arena perjuangan sesungguhnya adalah saat bekerja nanti. Namun, bolehlah urgensi kehadiran Presiden pada setiap upacara pelantikan Pamong Praja Muda di tahun-tahun berikutnya dijadikan motivasi bagi seluruh civitas IPDN untuk menjaga stabilitas dan kesinambungan perubahan, serta meningkatkan upaya-upaya lainnya demi IPDN yang lebih baik.

Oleh sebagian pihak, kehadiran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Inspektur Upacara pada pelantikan Pamong Praja Muda IPDN Angkatan XX hari ini secara politis dipandang sebagai tindakan politik Kepala Pemerintahan. Barangkali, opini itu didasarkan pada masa jabatan Presiden SBY yang akan berakhir tahun 2014 mendatang.

Kedua, upacara pelantikan dan pengukuhan Pamong Praja IPDN tahun ini menjadi lebih spesial karena satu stasiun televisi nasional dan dua televisi swasta menyiarkan kegiatan tersebut kepada publik, baik liputan secara langsung maupun menjadi headline news. Sekedar mengingat tayangan terdahulu, media elektronik dan media massa menjadi mata terbaik bagi masyarakat untuk memantau perkembangan kasus STPDN/IPDN. Responsivitas para pencari berita pun semakin menanjak tatkala informasi yang dinilai sebagai kasus kekerasan dan tindak penganiayaan meluap ke ranah publik. Bahkan, tayangan-tayangan terdahulu yang tidak merepresentasikan kasus yang sebenarnya terjadi di dalam Ksatrian pun semakin dipertajam lewat televisi. Akibatnya, opini publik yang berlebihan pun muncul.

Hal ini penting untuk dikritisi, karena beberapa media acap kali berkonsentrasi pada wacana-wacana yang buruk semata. Semestinya, informasi yang seimbang pun dibutuhkan oleh masyarakat seperti kegiatan ekstrakurikuler praja, kegiatan sosial keagamaan, kegiatan keorganisasian, seminar-seminar pemerintahan, dan kegiatan sosial kemasyarakatan. Dengan demikian, publik menerima tayangan yang tidak hanya bermanfaat namun juga bermutu sehingga masyarakat lebih objektif dalam memandang persoalan-persoalan internal IPDN. Seharusnya, peran ini dimainkan dengan baik oleh stasiun televisi sebagai media visual yang informasinya lebih banyak diminati publik. Tayangan-tayangan yang berimbang tersebut juga seharusnya tidak didasarkan profit oriented semata atas inisiatif pihak penyelenggara kegiatan atau tuntutan profesi, akan tetapi juga atas inisiatif pihak stasiun televisi itu sendiri.



Barangkali, selama ini sebagian besar masyarakat tidak pernah mengenal istilah Pamong Praja Muda atau Purna Praja. Publik kurang mengetahui ternyata pengukuhan lulusan IPDN dilakukan oleh Presiden mereka. Mungkin, sebagian kecil masyarakat sudah pernah melihat tayangan-tayangan saat Presiden melantik lulusan AKPOL atau AKMIL di Istana Negara, Monumen Nasional atau kampus mereka. Namun, publik sangat jarang menyaksikan dan mendengar secara langsung bagaimana barisan dengan pakaian dinas upacara besar berwarna putih memasuki lapangan parade dengan gagah dan diiringi oleh gelegar musik dari Drum Band Gita Abdi Praja.

Liputan upacara pengukuhan Pamong Praja Muda secara langsung oleh stasiun televisi hari ini diyakini telah membuka mata dan pikiran publik tentang praja dan IPDN. Kita patut memberi apresiasi terhadap media yang sudi menyuguhkan tayangan yang menjadi nostalgia bagi para Purna Praja dan lulusan pendidikan tinggi pamong praja di seluruh nusantara, serta jutaan masyarakat Indonesia. Inilah saatnya Indonesia mengenal sekolah pendidikan tinggi pamong praja yang terus berkembang sejak zaman kolonial Hindia Belanda. Inilah saatnya Indonesia mengetahui saat-saat dimana Pamong Praja berikrar bagi bangsa dan negara. Inilah saatnya Indonesia menyaksikan kecerdasan, keuletan dan ketangguhan Purna Praja terbaik yang menggenggam predikat Astha Brata. Inilah saatnya Indonesia menikmati secara bersama lagu dari Gita Puja Wyata yang membaitkan sumpah, janji, doa, dan harapan dalam lantunan Hymne Abdi Praja. Inilah saatnya Indonesia ikut memekikkan dengan lantang sasanti Bhinneka Nara Eka Bhakti ke seluruh penjuru negeri.

Kita berharap, semoga media dapat menjadi sumber informasi tentang IPDN yang berimbang bagi masyarakat. Bukan informasi yang bersifat sandiwara, provokasi dan subjektif. Akan tetapi, informasi yang real, berkualitas dan objektif untuk membuka paradigma atau mindset masyarakat tentang Institut Pemerintahan Dalam Negeri.

Ketiga, upacara tersebut juga dirasa spesial bagi masyarakat Aceh—khususnya Simeulue—dan seluruh alumni Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) Aceh. Ya, dalam upacara pengukuhan itu Bupati Simeulue Riswan NS menjadi Komandan Upacara dan memimpin 1.459 Pamong Praja Muda Angkatan XX.

Kebanggaan pastinya dirasakan oleh seluruh masyarakat Aceh, terutama masyarakat Simeulue dan jajaran Pemerintah Kabupaten Simeulue Provinsi Aceh serta keluarga besar alumni APDN Aceh. Berbondong-bondong masyarakat di Aceh menyaksikan peran Bupati Simeulue sebagai komandan upacara yang dilaksanakan dengan sangat baik dan gagah lewat siaran langsung dari televisi.

Bupati Simeulue Riswan NS adalah alumni APDN Tahun 1984 dan terpilih menjadi komandan upacara setelah  menyisihkan 500 kandidat komandan upacara lainnya yakni bupati, walikota dan gubernur dari berbagai daerah di Indonesia. Kesempatan langka tersebut dipandang sebagai momen untuk mengangkat nama baik Simeulue dan Provinsi Aceh pada tingkat nasional, terutama dalam dunia pamong praja.



Refleksi Pembuktian Purna Praja

Lalu, sebagai refleksi dari rangkaian cerita spesial pengukuhan Pamong Praja Muda tahun 2013 dan ketika kita kembali ke pertanyaan awal tulisan ini, maka sudahkah kita—para Purna Praja di seluruh Indonesia—membuktikan ikrar kita sebagai pamong?

Harus disadari bahwa pertanyaan sulit ini membutuhkan jawaban yang sangat panjang, kompleks dan situasional dengan kondisi pemerintahan daerah dan kondisi masyarakat dimana para Purna Praja bertugas atau ditempatkan. Memang, idealnya seorang Purna Praja selalu siap menghadapi situasi apa pun yang ada di sekelilingnya dengan melakukan penyesuaian dan mengedepankan profesionalitas sebagai seorang pamong. Namun, di sisi lain pragmatisme dunia kerja dan dunia kemasyarakatan merupakan tantangan besar dan ancaman nyata. Tak dapat dielakkan kelak dalam perjalanan karir seorang pamong akan ditemukan cara-cara yang tidak diajarkan sebelumnya di kelas perkuliahan. Atau, cara-cara tersebut justru berkembang dari nilai-nilai kedisiplinan dan kesigapan, ketahanan fisik dan pembinaan mental, manfaat dari stressing atau tekanan jiwa, serta hubungan senioritas yang kerap kita junjung tinggi. Bukan sekedar teori belaka.

Terlepas dari banyak atau sedikitnya perhatian dan dukungan user di pemerintahan daerah dalam memberi peran dan tanggung-jawab lebih bagi para Purna Praja pada jenjang karir tertentu, dan terlepas pula dari homogen atau heterogennya keadaan sosio-kultural masyarakat tempat kita bertugas, mutlak bahwa penyesuaian diri saat pengabdian awal di lapangan perlu dilakukan agar menjadi bukti realisasi seorang pamong terhadap ikrarnya itu. Tidak benar jika kita menjustifikasi bahwa materi-materi perkuliahan memberi sumbangsih minimal bagi pekerjaan. Namun, harus diakui pula bahwa keterampilan dari kegiatan pelatihan, pola pengasuhan dan pembinaan jiwa pamong oleh para pengasuh dan senior berpengaruh signifikan untuk keberhasilan penyesuaian diri kita di lapangan.

Dalam era reformasi saat ini, penyesuaian diri seorang Purna Praja sangat dibutuhkan. Dapat dikatakan bahwa kita menjadi contoh dan teladan bagi pelaksanaan agenda reformasi birokrasi di pemerintah daerah. Untuk memaksimalkan realisasi perubahan tersebut, wewenang melalui jabatan mutlak menjadi instrumen penting yang harus diemban. Dan kepercayaan rakyat serta pimpinan yang lebih tinggi adalah modal yang utama.

Lihat saja, beberapa lulusan STPDN/IPDN sudah berhasil mengaktualisasikan dirinya sebagai pemimpin dan pimpinan daerah dengan terpilih menjadi wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota. Pun, sudah tak terhitung jumlahnya Purna Praja STPDN/IPDN yang mengemban amanah di lingkungan kementerian, menjadi sekretaris daerah dan pejabat eselon tinggi pada posisi strategis di tingkat provinsi, kabupaten atau kota. Bahkan, beberapa pemerintah daerah saat ini tengah memaksimalkan realisasi PP No. 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan dengan menugaskan alumni STPDN/IPDN sebagai camat. Kepercayaan rakyat dan pimpinan tersebut juga dibuktikan oleh Purna Praja STPDN/IPDN Provinsi DKI Jakarta yang berhasil lolos pada program seleksi lelang jabatan camat dan lurah di pemprov setempat. Berbagai prestasi tersebut menandai jika rakyat dan pimpinan tertinggi masih memberi kepercayaan pada lulusan sekolah pendidikan tinggi pamong praja untuk mengawal reformasi birokrasi itu.



Akan tetapi—sekali lagi—sisi pragmatisme dunia kerja dan dunia kemasyarakatan bagi Purna Praja dalam posisi karir apa pun tetap menjadi tantangan besar dan ancaman nyata. Faktanya ada pada stereotype birokrasi kita yang cenderung red-tape atau mempersulit hal-hal yang mudah dan mempermudah hal-hal yang prosedural. Apabila penyesuaian diri itu dibarengi dengan pola pikir yang menghalalkan segala cara untuk kepentingan pribadi atau segelintir pihak, maka sudah pasti taruhannya secara normatif dan empiris adalah kesejahteraan masyarakat serta turunnya kepercayaan rakyat dan pimpinan tertinggi kepada kita.

Oleh sebab itu, wajar jika Presiden Republik Indonesia pada saat amanat Inspektur Upacara dalam pelantikan Pamong Praja Muda IPDN Angkatan XX hari ini berpesan untuk: (1) memiliki visi pemerintahan yang jauh ke depan dalam melaksanakan tugas dengan penuh tanggung-jawab kepada rakyat; (2) ikut memelihara kehidupan berbangsa dan bernegara dengan rukun dan damai; (3) membangun citra pemerintahan yang baik dan bersih; (4) menunjukkan keberpihakan pada rakyat dan mempertanggung-jawabkan tugas, sumpah dan janji jabatan; dan (5) menjauhi penyalahgunaan wewenang dan korupsi.

Masih ingat, bukan, doktrin Ksatrian yang berpesan: “jika berhasil melaksanakan tugas, masyarakat menilai sebagai sebuah kewajaran karena status kita sebagai Purna Praja; namun jika gagal, maka masyarakat akan mencibir dan menghujat kita habis-habisan.”

Ekspektasi masyarakat dan pemerintah daerah terhadap kita sangat besar dan luar biasa. Bisa dimaklumi jika mereka menganggap kita adalah seorang pegawai negeri sipil yang mempunyai segudang keahlian, sehingga berhak diberikan tugas-tugas yang seharusnya dapat dilakukan oleh PNS yang lain. Bisa dibayangkan jika mereka menilai kita sebagai pamong praja yang mengabdi tanpa pamrih, sehingga tugas atau pekerjaan yang tidak mengandalkan honor kegiatan diberikan kepada kita. Bisa diilustrasikan jika mereka adalah sekumpulan pejabat dan masyarakat yang punya pengaruh kuat dalam strata sosial dan tataran kultural setempat, sehingga sebaik apa pun kualitas diri kita tetap tak diberi peran yang layak.

Usah dimaklumi, usah dibayangkan dan usah diilustrasikan.

Bintang dari Manglayang dan Nakhoda Pemerintahan

Pada akhir tulisan ini, tersisip sebuah pesan atau nasehat dari orangtua yakni: “jangan mengkerdilkan diri sendiri, keluarga atau orang-orang terdekat kita. Jika orang lain tidak melakukannya terhadap kita, mengapa kita justru melakukannya. Padahal, kita dibesarkan oleh Yang Maha Besar di antara orang-orang yang besar dan seharusnya kita bersyukur dengan hal itu.”

Purna Praja, serendah apa pun pandangan masyarakat terhadap citra almamater tercinta yang telah membesarkan kita, sesungguhnya kita semua yang menjaga nama baik Ksatrian ini tetap tinggi. Seburuk apa pun personality kita atau orang-orang terhadap kita, jangan biarkan hal itu mencoreng kanvas perubahan IPDN yang semakin baik dan indah ini. Kita adalah pemuda-pemudi terbaik laksana bintang. Awalnya redup, dan dinginnya Lembah Manglayang menjadi teman saat proses pembentukan kita. Ketika proses itu selesai, kita adalah bintang petunjuk yang bersinar terang dan memberi kehangatan bagi mereka.




Purna Praja, sesulit apa pun penyesuaian diri kita di lingkungan pemerintahan daerah dan kehidupan masyarakat, kita pantas untuk dihormati. Kita adalah para nakhoda besar dan pelaut tangguh yang lahir dari ganasnya terjangan ombak dan badai. Roda kemudi pemerintahan sudah selayaknya ada pada genggaman tangan-tangan kokoh kita. Layar telah terkembang. Belum terlambat untuk melabuhkan kapal negeri ini ke dermaga kesejahteraan.

Selamat atas Pengukuhan dan Pelantikan sebagai Pamong Praja Muda bagi Angkatan XX IPDN Tahun 2013 oleh Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Selamat bergabung di Keluarga Besar Purna Praja Indonesia. Semoga sukses di arena pengabdian sebenarnya. Mari kita aktualisasikan ikrar sebagai Pamong Praja dan buktikan kita layak menerimanya. Jayalah selalu, IPDN.

Bhinneka Nara Eka Bhakti.

Demi Tuhan Yang Maha Esa, Nusa dan Bangsa. Aku bersumpah setia untuk mengabdi dan melindungi, serta mengayomi bangsaku, negeriku, tanah airku Indonesia. Kuserahkan seluruh jiwa ragaku, kukerahkan seluruh dayaku untuk pertiwi. Terimalah baktiku, terimalah pengabdianku. Abdi Praja Dharma Satya Nagara Bhakti” (Hymne Abdi Praja)

----------------------------------------
Ditulis di Meulaboh, Aceh Barat (Rabu, 28 Agustus 2013) oleh Kemal Pasya, S.IP (Purna Praja IPDN Angkatan XVIII asal pendaftaran Aceh Barat)

Comments

Popular posts from this blog

Rekrutmen dan Seleksi Pegawai Pemerintah: Sebuah Kajian dari Praktek dan Tren Modern Internasional

Pemerintah di seluruh dunia menghadapi tantangan kepegawaian yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pada saat pemerintah butuh bakat daya pikat paling trampil untuk pelayanan publik, kemampuan mereka untuk melakukannya telah begitu jarang sehingga rumit dan dibatasi oleh ekonomi, sosial dan tekanan organisasi. Artikel ini memberikan gambaran jenis inisiatif rekrutmen dan seleksi di tempat di banyak negara yang dapat membantu pemerintah dunia ini menarik dan mempertahankan bakat. Bergantung pada contoh dari Amerika Serikat dan Eropa Barat, namun juga mengintegrasikan pengalaman dari berbagai negara maju dan kurang berkembang (LDCs), kami menjelaskan serangkaian perekrutan dan seleksi "praktik terbaik." Suasana Penerimaan Peserta Tes CPNS

Kebijakan Relokasi Kerusuhan terhadap Korban Pengungsi di Kabupaten Sambas Tahun 1999: Konflik Etnis antara Madura dan Melayu

Internally displaced Persons adalah sebuah istilah bagi para kelompok masyarakat yang pindah dari tempat tinggalnya dan menetap di daerah lain untuk menetap sementara waktu atau hal ini dikenal dengan istilah pengungsi. Sambas adalah sebuah Kabupaten yang terletak di bagian pesisir yang di tempati oleh berbagai suku etnis misalnya suku bugis, madura, jawa batak dll, namun Kabupaten Sambas mayoritas ditempati oleh Melayu, Dayak dan Cina (Tiong Hoa). Khusus tentang konflik Sambas pada tahun 1999 yang terjadi adalah etnis Melayu Sambas dengan suku Madura (yang bertempat tinggal di Sambas) yang menewaskan ratusan jiwa dan hancurnya ratusan rumah dan harta warga Madura. Rekonsiliasi Konflik

Dinamika, Kontinum dan Globalisasi Administrasi Publik

Woodrow Wilson 1.         Dinamika perubahan fokus administrasi publik, mulai dari administrasi sebagai administrasi negara sampai dengan administrasi publik dalam paradigma governance serta implikasi pada praktik administrasi publik. Dinamika Pertama , administrasi sebagai administrasi negara. Administrasi negara telah mengalami tahapan perkembangan yang diklasifikasikan berdasarkan berbagai cara pandang (paradigma) dalam rentang waktu tertentu yang memiliki ciri-ciri tertentu sesuai dengan locus dan focus paradigma tersebut. Akan tetapi, tidak semua paradigma memiliki penekanan pada locus dan focus secara sekaligus atau bersamaan. Menurut Thoha (2008: 18), locus menunjukkan dimana bidang ini secara institusional berada, sedangkan focus menunjukkan sasaran spesialisasi dari bidang studi tersebut. Untuk mengidentifikasi perubahan fokus pada dinamika pertama administrasi sebagai administrasi negara, lebih lanjut Henry dalam Yudiatmaja (2012: 9) membagi paradigma administras